Rabu, 14 Maret 2012

TUGAS TEKNOLOGI REPRODUKSI

TUGAS PAPER
TEKNOLOGI REPRODUKSI



INSEMINASI BUATAN
MULAI DARI PEROSES HINGGA APLIKASINYA


OLEH
DWI PURWANI
E1A009051




FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2012


 PENDAHULUAN

Efisiensi teknologi IB dapat ditingkatkan dengan keberhasilan menentukan kelamin anak yang akan dilahirkan. Anak jantan mempunyai pertumbuhan cepatdan bobot dewasa yang lebih berat dibandingkan betina, sehingga keberhasilan menghasilkan anak jantan pada usaha peternakan sapi potong akan meningkatkan produksi ternak sapi. Sebaliknya pada usaha sapi perah, umumnya anak sapi yang diharapkan kelahirannya adalah anak betina.
Spermatozoa terdiri dari dua jenis, yaitu spermatozoa pembawa kromosom X (spermatozoa X) dan spermatozoa pembawa kromosom Y (spermatozoaY). Keberhasilan spermatozoa X membuahi sel telur akan menghasilkan anak dengan kelamin betina (XX) dan sebaliknya spermatozoa Y akan menghasilkan anak jantan (XY). Kedua jenis spermatozoa ini dilaporkan mempunyai sifat yang berbeda antara lain berat, densiti, motilitas, surface charge dan ukuran (FOOTE, 1982).
Teknologi pemisahan spermatozoa berdasarkan perbedaan sifat sifat tersebut sudah banyak dilakukan (HAFEZ dan HAFEZ, 2000). Teknologi dengan flow cytometry akhir-akhir ini telah dilaporkan dapat memisahkan spermatozoa X dan Y lebih akurat akan tetapi dengan menggunakan peralatan yang kompleks dan sangat mahal (JOHNSON et al., 1994; SEIDEL dan JOHNSON, 1999). Teknologi yang dapat dengan mudah diaplikasikan antara lain teknologi pemisahan dengan menggunakan serum albumin dan sephadex (BEERNINK, 1985). Namun, teknologi pemisahan ini masih belum optimum karena disamping menggunakan zat kimia yang cukup mahal, pemutaran sperma, sedikitnya volume yang digunakan dan juga diperlukan waktu yang lama, mengakibatkan motilitas sperma menjadi rendah.
Prinsip pemisahan spermatozoa dengan serum albumin (bovine serum albumin atau human serum albumin) adalah didasarkan pada kecepatan motilitas spermatozoa, dimana spermatozoa yang mempunyai motilitas tinggi atau spermatozoa pembawa kromosom Y akan lebih awal menembus media pemisah albumin yang lebih pekat (MAXWELL et al., 1984). Putih telur dari telur ayam dapat digunakan sebagai albumin alternatif pengganti BSA (bovine serum albumin) dalam proses pemisahan spermatozoa dan dianggap cukup layak untuk digunakan. Selain mudah terjangkau dan murah, putih telur juga cukup efektif memisahkan spermatozoa X dan Y (SAILI, 1999). Senyawa metilxantina, seperti kafeina, theophylline dan IMX (3-isobutil-1-metilxantina) merupakan zat kimia yang mempunyai fungsi sebagai inhibitor phosphodiesterase (PDE) dalam rantai cAMP. Inhibitor tersebut banyak digunakan dalam upaya meningkatkan motilitas dan velocity/kecepatan serta mempertahankan
Kualitas spermatozoa (JIANG et al., 1984; TAKAHASHI dan FIRST, 1993; NOMURA et al., 1997). Penggunaan metilxantina biasanya bertujuan meningkatkan kualitas sperma yang kurang baik maupun sperma beku yang akan dithawing dan digunakan untuk IB atau fertilisasi in vitro (SHARMA et al., 1992). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan IMX dalam media pemisahan dan lama waktu pemisahan terhadap kualitas sperma dan perubahan rasio spermatozoa X dan Y setelah pemisahan.
Transfer embrio merupakan bagian dari teknologi reproduksi setelah inseminasi buatan yang tengah dikembangkan dalam dunia peternakan Proses transfer embrio meliputi :
1. Metode sinkronisasi birahi dan superovulasi
2. Flushing embrio
3. Pengolahan embrio
4. Pencucian
5. Pengisian straw
6. Teknik transfer embrio
Teknik transfer embrio menggunakan embrio segar maupun embrio beku pada prinsipnya sama, kecuali pada transfer embrio beku diperlukan thawing embrio dan degliserolisasi untuk menghilangkan cryoprotectant yang ada dalam media embrio beku.


PEMBAHASAN


INSEMINASI BUATAN
Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisa awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan teknik tersebut.
Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi. Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel kelamin jantan yang tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules atau animalculae yang berarti jasad renik yang mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel kelamin jantan tersebut dikenal dengan spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada ovarium kelinci.
Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piarann dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan uang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan normal.
Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada spermatozoatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal diatas filter mempunyai daya fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin tidak selamanya membunuh spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama tujuh setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi.
Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu, Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh empat konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang berharga dan memajukan peternakan pada umumnya.
Penanganan IB secara serius dilakukan di Rusia, sebagai usaha untuk memajukan peternakan. Peneliti dan pelopor terkemuka dalam bidang IB di Rusia adalah Elia I. Ivannoff. Tahun 1899 ia diminta Direktur Peternakan Kuda Kerjaaan Rusia, untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan pemakaian IB. Dan dilah orang pertama yang berhasil melakukan IB pada sapi dan domba.
Hasil spektakuler dan sukses terbesar yang diperoleh adalah di Askaniya-Nova (1912) yang berhasil menghasilkan 31 konsepesi yang 39 kuda yang di IB, sedang dengan perkawinan alam hanya diperoleh 10 konsepsi dari 23 kuda yang di IB. Tahun 1914, Geuseppe amantea Guru Besar fisiologi manusia di Roma, banyak mengadakan penelitian tentang spermatozoatologi, dengan hewan percobaan anjing, burung merpati dan ayam. Kemudian dia berhasil membuat vagina buatan pertama untuk anjing. Berdasar penemuan ini banyak peneliti lain membuat vagina buatan untuk sapi, kuda dan domba. Tahun 1926, Roemelle membuat yang pertama kali membuat vagina buatan untuk sapi, dan orang pertama yang membuat vagina buatan untuk domba dan kambing adalah Fred F. Mckenzie (Amerika Serikat) pada tahun 1931. Pada tahun 1938 Prof. Enos J. Perry mendirikan koperasi IB pertama di Amerika Serikat yang terletak di New Jersey.
Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan teknologi pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk waktu panjang dengan membekukan sampai -79 0C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice) sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan daya simpan yang lebih lama dan lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C.

Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B. Seit yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965, keungan negara sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam tempay dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan.
Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk, melaksanakan kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi onggolisasi untuk Mirit dengan semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba guna, terutama produksi susu dengan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai Pembibitan Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali Balai Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah namanya menjadi Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan samapi sekarang di daerah jalur susu Semarang – Solo – Tegal.
Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat.
Hasil-hasil perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup dapat memberi harapan kepda rakyat setempat. Namun sayangnya peningkatan produksi tidak diikuti oleh peningkatan penampungan produksi itu sendiri. Susu sapi umumnya dikonsumsi rakyat setempat. Akibatnya produsen susu menjadi lesu, sehingga perkembangan IB di Pangalengan sampai tahun 1970, mengalami kemunduran akibat munculnya industri-industri susu bubuk yang menggunakan susu bubuk impor sebagai bahan bakunya.
Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.
Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk program IB. Pada awal tahun 1973 pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh provinsi di Indonesia.
Semen beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian gratis pemerintah Inggris dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur.
Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten, dengan IPB sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan sebagai sponsornya (1978). Namun perkembangannya kurang memuaskan karena dukungan sponsor yang kurang menunjang, disamping reproduksi kerbau belum banyak diketahui. IB pada kerbau pernah juga diperkenalakan di Tanah Toraja Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur.
Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang dilaksanakan tahun 1974, menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 – 38,92 persen. Dari survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan, manajemen, pengendalian penyakit.

Tujuan, Keuntungan dan Kerugian Insemiasi Buatan
Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun‘.
Tujuan Inseminasi Buatan
a) Memperbaiki mutu genetika ternak;
b) Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya ;
c) Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
d) Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
e) Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan IB
a) Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
b) Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
c) Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d) Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
e) Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
f) Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
g) Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.

Kerugian IB
a) Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
b) Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil;
c) Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).


PENUTUP


Kesimpulan
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun‘.
Fertilisasi atau pembuahan adalah proses bertemunya kedua sel gamet (jantan dan betina) atau lebih tepatnya peleburan dua sel gamet dapat berupa nucleus atau sel bernukeleus untuk kemudian membentuk zigot.
Embrio memiliki tahapan pertumbuhan yang sangat kompleks dan terdiri 5 periode, yaitu :
1. Periode persiapan
2. Periode pembuahan
3. Periode pertumbuhan awal
4. Periode antara
5. Periode pertumbuahan akhir
Transfer embrio merupakan bagian dari teknologi reproduksi setelah inseminasi buatan yang tengah dikembangkan dalam dunia peternakan
Teknik transfer embrio menggunakan embrio segar maupun embrio beku pada prinsipnya sama, kecuali pada transfer embrio beku diperlukan thawing embrio dan degliserolisasi untuk menghilangkan cryoprotectant yang ada dalam media embrio beku.
Masalah utama di Indonesia untuk pengembangkan teknologi IVF pada sapi yaitu tersedianya materi ovarium berkualitas baik dan dalam jumlah banyak tidak dapat terpenuhi. Teknik koleksi sel telur dari hewan hidup atau dikenal dengan istilah ‘OPU[ES][SQ] (ovum pick up)diharapkan dapat mengatasi persoalan tersebut terutama untuk program pemuliabiakan karena materi genetik berupa sel telur dapat dikoleksi dari donor hewan terpilih dari anak sapi (juvenile atau heifer) atau induk (cow). Dengan teknik IVF diharapkan kebutuhan masyarakat akan protein hewani dapat dipenuhi dengan cepat dan murah. Selain itu dengan teknik ‘OPU[ES][SQ], mutu ternak dapat diperbaiki lebih cepat karena jarak generasi dapat diperpendek.
Manipulasi genetik dilakukan untuk beberapa tujuan. Pada bidang pertanian, dengan manipulasi genetik dihasilkan hewan yang memiliki karakter yang diharapkan (breeding), pangan yang lebih sehat dihasilkan lebih cepat (kualitas pangan) dan resistensi terhadap infeksi bakteri yang tersebar bebas (resistensi penyakit). Bidang industri, produk baru (kambing yang menghasilkan sutra laba-laba) dapat diciptakan. Dalam bidang riset, memunculkan model riset baru (mencit transgenik) dan evolusi yang dipaksa (organisme baru dengan karakter yang lebih diharapkan).



DAFTAR PUSTAKA


Aminah, Y. 1994. "Pengaruh Tingkat Dosis Inseminasi Buatan dan Macam Pengecer Semen Terhadap Daya Tunas Tetas Telur Ayam Buras": Skripsi S 1 (Unpublish).Jurusan Biologi. FAMIPA-UNPAK, Bogor.

Baguisi,A., and E.W. Overstrom. 2000. Induced enucleation in nuclear transfer procedures to produce cloned animals. Theriogenology, 53 : 209.

Barke, D.B. Adams And K.J Hutchinson. (Eds.). 1985. University Of New England. Australia.

Beernink F.J. 1985. Technique For Separating X And Y Spermatozoa. In: Foundations Of In Vitro Fertilization. C.M. Fredricks, J.D. Paulson, A.H. Decherney (Eds.). New York, Hemisphere Use Of Fresh And Frozen–Thawed Bull Sperm In Vitro. Theriogenology 35: 204.

Brehm A, K. Ohbo, HR. Scholer. 1997. The carboxy-terminal transactivation domain of Oct 4 acquires cell specificity through the POU domain. Mol Cell Biol 17 : p. 154 –162.

Campbell, K.H., J. McWHir, W.A. Ritchie, and I. Wilmut. 1996. Sheep cloned by nuclear transfer from a cultured cell line. Nature, 380 : 64 – 66.

Collas, P. and F. Barnes. 1994. Transplantasi inti by microinjection of inner cell mass and granulose cell nuclei. Molecular Reproduction and Development. 38 : 264 – 267.

Collman, A. 2000. somatic cell nuclear transfer in mammals : progress and applications.Kloning, 1 : 185 – 200.

Ericson, R.J. Dan R.H. Glass. 1982. Functional Differences Between Sperm Bearing The X- Or Y-Chromosome. In: Prospects For Sexing Mammalian Sperm. R.P. Amann And G.E. Seidel, Jr. (Eds.). Colorado University Asscociated Press. Boulder, Colorado, Usa. Pp. 201-211.

Feng, J., Y. Li, M. Hashad, E. Schurr, P. Gross, L.J. Adams, and J.W. Templeton. 1996.Bovine natural desease resitance associated macrophage protein (NRAMP1) gene.Genome Research, 6 : 956 -964.

Foote, R.H. 1982. Functional Differences Between Sperm Bearing X And Y Chromosome. In: Prospects For Sexing Mamalian Sperm. Bp Amann And G.E. Seidel, Jr (Eds.). Colorado University Asscociated Press. Boulder, Colorado, Usa.








KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah Swt karena berkat limpahan rahmat dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan tugas paper mata kuliah Teknologi Reproduksi yang berjudul “ Inseminasi Buatan, mulai dari peroses hingga aplikasinya ” ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
 Pada paper ini akan membahas mengenai teknik dari inseminasi buatan, mulai dari peroses hingga aplikasinya dan segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan teknologi reproduksi ternak secara rinci. Dengan tujuan agar mahasiswa memiliki pengetahuan mengenai penggunaan dan manfaat dalam mempelajari teknologi reproduksi ternak dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta mampu mengubah pola pikir mahasiswa untuk mengenal teknologi didalam penerapan ilmu reproduksi ternak.
  Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Teknologi Reproduksi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam melaksanakan rangkaian proses belajar sehingga penulis merasa sangat terbantu dalam teknis pelaksanaan perkuliahan dan materi yang telah disampaikan.
  Penulis menyadari bahwa tugas paper ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat konstuktif sangat penulis harapkan untuk evaluasi dalam pembuatan paper yang berkaitan dengan materi kuliah selanjutnya.
  Akhirnya, penulis berharap agar paper ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan wawasan pembaca dan ilmu pengetahuan khususnya mengenai teknologi reproduksi pada ternak.


Jambi, Maret 2012
Penulis

















































Sabtu, 03 Maret 2012

Laporan Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak


KATAPENGANTAR


Bismillaahirahmaanirrohim
Allhamdulillah dengan rasa syukur yang tiada tara atas kehadirat Allah swt dengan rahmat dan inayah-Nya serta dengan segala daya dan upaya penulis dapat menyelesaikan laporan semester Pratikum Dasar Teknologi Hasik Ternak (DTHT) ini dengan baik.
Sejalan dengan itu semua, dengan segala kemampuan yang ada penulis berusaha di dalam penyusunan laporan ini agar mudah dipahami dan diterima oleh pembaca. Dengan demikian jika para pembaca menjumpai susunan kata-kata yang kurang baik, atau menjumpai hal-hal yang tidak berkenan dihati, seperti di dalam bahasa yang kurang tepat, sudihlah kiranya memberikan teguran positif. Insya Allah dengan teguran dan pembentukan dari pembaca, laporan ini akan lebih sempurna.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kapada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Kepada para pembaca yang telah memberi teguran penulis ucapkan terima kasih semogga Allah akan memberikan pahala yang setimpal. Kepada Allah swt penulis mohon taufiq dan hidayah-Nya, semogga usaha ini senantiasa dalam keridlaan-Nya.Amien.




Jambi, Mei 2011


                                                                                             Penulis




DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………… ii
DAFTAR TABEL………………………………………………… iii
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………… 1
Tujuan dan Manfaat……………………………………….. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………….. 3
BAB III. MATERI DAN METODA
          Waktu dan Tempat………………………………………….. 10
         Materi……………………………………………………..... 10
          Metoda…………………………………………………. 10
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………. 15
BAB V. PENUTUP
       Kesimpulan………………………………………………….. 28
    Saran…………………………………………………………. 28
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 29
LAMPIRAN………………………………………………………… 31


DAFTAR TABEL


Tabel Halaman
  1. Pengawet Alami Pada Telur……………………………………. 15
  2. Pengawetan Dengan Penggaraman…………………………….. 17
  3. Pengamatan Cita Rasa………………………………………….. 18
  4. Pengawetan Dengan Pengemasan (Pendinginan)………………. 19
  5. Pengemasan Produk Ternak (Suhu Kamar)…………………….. 20
  6. Pengemasan Produk Ternak (Suhu Rendah)…………………… 21
  7. Curing…………………………………………………………… 22
  8. Pengawetan Dengan Fermentasi………………………………… 23
  9. Pengawetan Dengan Pembekuan……………………………….. 25
  10. Pengawetan Dengan Penggeringan……………………………... 26



  1. PENDAHULUAN


Latar Belakang
Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mempelajari dasar-dasar pengelolaan hasil ternak yang bersifat praktis, tepat guna, tepat sasaran dan aplikatif mulai produk dipanen, proses penyimpanan hingga sampai produk tersebut mengalami proses pengolahan. Dalam penerapannya, pengetahuan tentang Dasar Teknologi Hasil Ternak lebih ditekankan pada berbagai cara pengawetan yang dilakukan terhadap hasil dan produk ternak dan hasil olahannya. Baik mekanisme yang terjadi selama pengawetan berlansung, maupun perubahan yang terjadi pada hasil dan produk olahannya.
Praktikum tentang Dasar Teknologi Hasil Ternak lebih difokuskan pada produk ternak (susu, telur dan daging) maupun hasil-hasil olahannya. Sebagai produk hasil ternak, susu maupun daging secara umum mempunyai sifat dan kualitas (komposisi nilai gizi) yang relatif berbeda sehingga penaganannya tidak harus selalu sama. Susu, telur dan daging merupakan produk yang High Paribsable, yaitu produk yang mempunyai daya simpan yang terbatas dan produk cepat mengalami penurunan kualitas atau kerusakan, kondisi ini tidak terlepas dari kandungan zat makanan atau nilsi gizi yang ada seperti protein, lemak, vitamin dan mineral serta kandungan air yang cukup tinggi yang merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga penaganan hasil dan produk ternak sangat diperlukan demi memperpanjang masa simpan bukan menghidari dari kerusakan karena pada dasarnya kerusakan hasil dan produk ternak bersifat alamiah sehingga tidak bisa dihindari.


Tujuan dan Manfaat

Dalam praktikum Dasar Teknoli Hasil Ternak (DTHT) ini pada umumnya bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman tentang dasar-dasar teknologi pengelolaan hasil dan produk ternak meliputi cara pengawetan dengan penggaraman, pengawetan dengan pengemasan, pengawetan dengan Bahan Kimia, pengawetan dengan fermentasi, pengawetan dengan pembekuan dan pengawetan dengan peneringan serta penentuan kadar Air.
Sedangkan manfaat dari praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak ini adalah mahasiswa dibekali dengan pengalaman dan keterampilan yang praktis tepat guna, efisien dan aplikatif sehingga pada akhirnya mahasiswa dapat mempraktekan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
















  1. TINJAUAN PUSTAKA


Pengawetan Alami Pada Telur
Antonius (2001) menyatakan bahwa telur adalah sumber protein bermutu tinggi, kaya akan vitamin dan mineral, protein telur termasuk sempurna karena menggandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah cukup seimbang. Asam amino esensial sanagat dibutuhkan oleh manusia, karena tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh sehingga harus dipenuhi dari makanan yang dimakan.
Haryoto (1996) menyatakan bahwa kerusakan isi telur disebabkan adanya C02 yang terkandung didalamnya sudah banyak keluar, sehingga derajat keasaman meningkat penguapan yang terjadi juga menyebabkan bobot telur menyusut dan putih telur menjadi encer, masukknya mikroba kedalam telur melalui pori-pori telur juga akan merusak isi telur.
Penurunan kesegaran telur terutama disebabkan oleh adanya kontaminasi mikroba dari luar yang masuk melalui pori-pori kerabang, kemudian merusak bagian kalaza telur sehingga bagian albumin dan yolk juga ikut rusak. Untuk mempertahankan kualitas atau mutu dari telur segar dapat dilakukan dengan menyimpan telur pada lemari es. Hal ini sesuai dengan pendapat Soewedo Hadiwiyoto (1983), yang menyatakan bahwa telur yang segar dapat dipertahankan kesegarannya dalam waktu yang relatif lama apabila disimpan dalam ruangan yang bersuhu sekitar 0˚C.
Hari Purnomo dan Adiono (1985), yang menyatakan bahwa telur utuh yang disimpan pada suhu serendah mungkin di atas titik beku telur -2˚C akan memperlambat hilangnya CO2 dan air di dalam telur maupun penyebaran air dari putih telur ke kuning telur. Pengendalian kelembaban udara dalam ruangan yaitu 80-90 % dibutuhkan untuk memperlambat kehilangan air, kadar karbondioksida kira-kira 3% dalam udara akan mengurangi kehilangan CO2.
Adanya jamur yang tumbuh pada permukaan telur serta terjadinya perubahan warna telur disebabkan oleh aktivitas mikroba. Kapang bersifat aerobik, paling banyak tumbuh pada permukaan bahan pangan yang tercemar sehingga bahan pangan menjadi lekat, berbulu sebagai hasil produksi miselium dan spora kapang (Hari Purnomo dan Adiono, 1985).
Pengawetan Dengan Penggaraman
Menurut Cilly Sirait, 1986 menerangkan bahwa larutan yang banyak digunakan dalam pengawetan telur adalah larutan garam, larutan kapur, larutan natrium silikat dan larutan bahan penyamak.
Menurut Winarno (1984) menyatakan bahwa cita rass bahan pangan terdiri dari 3 komponen, yaitu bau, rasa dan rangsangan dari mulut. Cita rasa telur asin ayng khas mungkin disebabkan oleh beberapa factor, yaitu pemecahan senyawa didalam telur atau fermentasi mikroba selama proses pengasinan.
Menurut Syamsixman 1982, menyatakan bahwa proses pengasinan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu merendam telur dalam larutan garam jenuh dan membungkus telur dengan adonan garam tembahkan pula teh pada pengasinan telur.
Menurut Marhijanto (1996) menyatakan bahwa nilai gizi telur dapat dipertahankan dalam waktu relatife lama, syarat-syarat telur yang akan diasinkan adalah telur masih segar dan baru, telur sudah dibersihkan dari kotoran, kulit telur masih utuh tidak retak, sebelum diasinkan telur harus diamplas untuk mempermudah proses pengasinan.
Menurut Rasyaf Muh (1983) menyatakan bahwa telur asin adalah telur itik yang diolah dalam keadaan utuh, dimana kandungan garam didalam telur dapat menghambat perkembangan organism dan sekaligus memberikan aroma yang khas, sehingga telur dapat disimpan dalam waktu relative lama.

Pengawetan Dengan Pengemasan
Sebagaimana diterangkan oleh Soeparno 1994, bahwa penyimpanan daging pada suhu dingin meskipun dalam waktu singkat diperlukan untuk mengendalikan kerusakan dari perlakuan mekroorganisme perusak, metode yang banyak digunakan untuk memperpanjang masa simpan daging yaitu dengan pendinginan dengan suhu sampai 5ºC.
Kadar air daging sebesar 75%, daya mengikat air dari daging mempunyai pengaruh terhadap keempukan daging, kadar air dan warna. Penurunan daya mengikat air daging dapat terjadi saat pemanasan di atas 50ºC dan diikuti dengan penurunan kadar air daging (Bina Produksi Peternakan, 1993).
Secara umum tujuan dari pengemasan adalah mempertahankan kualitas : yakni melindungi kontaminasi dari mikroorganisme, kotoran dan serangga, melindungi kandungan air dan lemak, yaitu agar kandungan air bahan pangan tetap konstan, mencegah masuknya bau dan gas sehingga bau/aroma produk dapat dipertahankan, melindungi dari tekanan dan benturan. Namun pengemasan pada daging segar memiliki tujuan utama yakni untuk mengurangi kehilangan air atau susut bobot, mencegah masuknya bau dari luar dan membatasi jumlah oksigen (Hari Purnomo dan Adiono, 1985).
Menurut SoewedoHadiwiyoto (1983) menyatakan bahwa pesteurisasi adalah proses pemanasansetiap komponen dalam susu pada suhu 62ºC selama 30 menit, atau pemanasan suhu pada suhu 72ºC selama 15 detik. Adapun tujuan dari proses pasteurisasi susu adalah :
  • Untuk membunuh bakteri dan patogen terutama mycrobacterium tuberculosis
  • Untuk mengurangi populasi bacteria dalam susu
  • Memperpanjang daya simpan bahan
  • Dapat memberikan cita rasa yang lebih menarik konsumen.
  • Pada pasteurisasi, proses ini dapat meng-inaktifkan fosfatase dan katalase, yaitu enzim-enzim yang membuat susu cepat rusak.
Susu yang segar memiliki bau yang khas serta warna yang normal mulai dari warna putih kebiru-biruan sampai kuning kecoklatan. Warna putih pada susu, serta penampakannya adalah akibat penyebaran butiran-butiran koloid lemak selain itu susu segar juga memiliki cita rasa asli susu yang sangat sulit dijelaskan , tetapi yang pasti menyenangkan dan agak manis. Rasa manis berasal dari laktosa, rasa asin berasal dari klorida, sitrat, dan garam mineral (Hari Purnomo dan Adiono, 1985).
Curing (Pengawetan Dengan Bahan Kimia)
Menurut Soewedo Hadiwiyoto (1983), menyatakan bahwa ada dua metoda curing, yaitu curing secara basah dan curing secara kering. Warna merah daging yang lebih bagus dibanding daging yang tidak dicuring.
Daging-daging yang dicuring akan lebih awet dibandingkan dengan daging tanpa pengolahan. Karena proses curing ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (1995) yang menyatakan bahwa fungsi nitrit dalam curing yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Nitrit ini biasanya digunakan dalam curing daging yang mengandalkan kekuatan garam sebagai pengawet. Sesuai juga dengan pendapat Anomymous (2006) yang menyatakan bahwa tujuan dari curing ini yaitu untuk mempertahankan warna merah daging ataupun ikan, memberi rasa pada daging dan ikan, dan sebagai pengawetan.


Pengawetan Dengan Fermentasi
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Pengawetan makanan harus memperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan (http://inforet.Wordpress.com/2007/09/17/Pengawet makanan-2/).
Menurut Hardiwiyanto (1983) menyatakan bahwa ada beberapa tujuan dalam pengawetan makanan : bahan makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, namun dengan batas kadaluarsa, kandungan bahan kimia dan bahan makanan dapat dipertahankan, bahan-bahan yang dikehendaki seperti racun alami dan sebagainya dapat dinetralkan atau disingkirkan dari bahan makanan.
Menurut Robert (1989) menyatakan bahwa susu fermentasi diketahui mengandung bakteri asam laktat yang mampu meningkatkan kerja enzim galaktosidae yang memudahkan pencernaan laktosa dalam usus, meningkatkan kualitas nutrisi, menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah kanker dan mengatasi diare.
Menurut penelitian para ahli pada fermentasi susu segar yang menggunakan lactobacillus terdapat beberapa manfaat : susu fermentasai memiliki beberpa kandungan asam amino amino bebas lebih tinggi disbanding susu segarnya. Pemberian susu fermentasi pada hewan dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan pada berbagai jenis ternak dibandingkan dengan pemberian susu tanpa fermentasi, ketersedian kalsium, seng, zat besi, mangan, tembaga dan fosfor pada susu fermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan susu segar. (http://Portuna-celluler-blogspot.com/2010/02/Fernentasi-susu-html).
Menurut Purnomo 919890 menyatakan bahwa kerusakan atau penyimpanan yang terjadi pada produk ternak tidak berlangsung secara serentak, akan tetapi terjadi secar bertahap/dinamis. Produk mengalami perubahan kuantitas, sebagai akibat terjadinya penguapan, absorbs ataupun penyerapan bau yang tidak diinginkan.
Pengawetan Dengan Pembekuan
Bahkan antara temperatur suhu kamar dan suhu refrigerator juga berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena banyakya kadar air yang terkandung didalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonymous (1996), ytang menyatakan bahwa suatu bahan pangan yang banyak mengandung air yang banyak ataupun sedikit akan mengalami perbedaan berat bahan tersebut.
Antara daging yang disimpan disuhu kamar dan suhu refrigerator juga bebeda dimana pada suhu refrigerator berat drippnya lebih banyak dari pada disuhu kamar. Hal ini terjadi karena dalam suhu kamar bahan akan kering karena adanya penguapan, sedangkan pada suhu refrigerator akan terjadi pembekuan yang dapat menampung air. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (1997), yang menyatakan bahwa pada ruangna terbuka bahan akan mengalami perubahan yang berupa adanya penguaoan yang dapat menyebabkan kekeringn pada bahan tersebut.

Pengawetan Dengan Pengeringan
Menurut Soewodo (1983) menyatakan bahwa pengeringan adalah suatu cara atau proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energy panas, biasanya kandungan air bahan dikuranngi sampai batas dimana mikroba tidak tidak dapat tumbuh lagi didalamnya.
Menurut Winarno (1987)menyatakan bahwa terdapat dua metode pengeringan, yaitu dengan metode sun drying dan metode artificial drying. Sun drying, yaitu suatu proses pengeringan dengan menggunakan panas matahari. Sedangkan artificial drying, yaitu suatu proses pengeringan dengan menggunakan panas yang berasal dari suatu mesin pengering. Keuntungan suhu dan waktu pengeringan dapat diatur serta kebersihan pangan lebih terjamin.
Menurut Suetarno (1992) menyatakan bahwa pengeringan dengan pemanas buatan mempunyai beberapa tipe alat dimana pindah panas berlansung secara konduksi atau konversi, mesakipun ada beberapa yang dapat dilakukan dengan cara radiasi. Alat pengering dengan menggunkan pindah panas secara konversi pada umumnya menggunkan udara panas yang dialirkan, sehingga energy panas merata keseluruh bahan.
Menurut Robert (1982) menyatakan bahwa tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampel batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukkan terhambat.
Menurut Handiwiyoto, Soeswodo (1983) menyatkan bahwa pengeringa dengan menggunakan sinar matahari sebaiknay dilakukan ditempat yang udaranya kering dan suhu nya lebih dari 100oF. Pengeringan dengan metode ini memerlukan waktu 3-4 hari. Pengeringan dengan menggunakan oven dapat dilakukan dengan mengatur panas, kelembaban dan kadar air. Waktu yang diperlukan 5-12 jam agar bahan menjadi kering, temperature oven diatas 1400F.






III. MATERI DAN METODA


Waktu dan Tempat
Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak ini dilaksanakan setiap hari senin tepatnya pukul 12.00- 14.00 WIB yang dimulai dari Tanggal 11 April 2011- 2 mei 2011 bertempat digedung C Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Materi
Adapun alat-alat dan bahan yang digunakan pada pratikum Dasar Teknologi Hasil Ternak yaitu : Telut ayam ras, piring, telur itik 5 butir, garam halus, kapur sirih, air matang yang telah didinginkan, amplas, sabut, stoples atau ember kecil, serbuk bbatu bata, abu gosok, larutan the, daging, kemasan plastic poli etilen, pisau, refrigerator, sealer (perekat plastic), susu pasteurisasi, gelas atau botol, panci, kompor, daging sapi/kerbau, garam dan gula halus, air, sodium nitrat, timbanagn, toples, susu segar, bakteri stater Lactobacillus casei atau yakult, susu bubuk 2 sendok, gula atau sirup, panic email, kompor, alat pengaduk, daging ayam, freezer, thermometer, telenan, plastic, timbangan ohaous, daging ayam 300 gram, bawaang pputih 6 gram, ketumbar 9 gram, gula merah 90 gram, garam 9 gram, asam jawa 3 gram, food processor, baskom, plastic, daun pisang, dan oven.
Metoda
Cara Kerja Pengawetan Alami Pada Telur
Siapakan 3 buttir telur dan bersihkan dari kotoran yang ada pada permukaan kerabang, masing-massing telur beri tanda sesuai dengan perlakuan, yaitu : T-1 : biarkan telur dalam keadaan mentah an utuh, T-2 : pecahkan telur dan letakan dalam piring, T-3 : rebus elur sampai masak (10 menit), kemudian kupas dan letakan dalam piring, amati semua perlakuan tersebut sehari 2 kali selam 5 hari.
Cara Kerja Pengawetan Dengan Penggaraman
Pembuatan Telur Asin Dengan Media cair (Cara Basah)
Cuci telur dan gosok dengan sabut, kemudian dilap dengan kain kering, amplas kerabang telur agar lebih mudah dan lap dengan kain, rendam dalam larutan garam (air : garam = 3: 1) yang ditmbah sedikit air kapur selama 8 – 10 hari dalam wadah stoples, kemudian rebus hingga masak.
Pembuatan Telur Asin Dengan Media Pembalutan (Cara Kering)
Bersihakan telur yang akan diasinkan, buat larutan the (air : the =1 liter p; 60 gram the), buat campuran antara garam halus, serbuk batu bata dan abu gososk dengan perbandingan 4 : 3 : 3, buat campuran tersebut menjadi adonan pasta dengan menambah larutan teh, lapisi/bungkus telur dengan adonan dan simpan 8 – 10 hari, kemudian rebus hingga masak, bandingkan hasilnya (bau, warna, tekstur dan rasa) dengan cara bash dan bahas.
Cara Kerja Pengawetan Dengan Pengemasan
Pengemasan dengan Pendinginan
Sipakan 2 potong daging dengan ukuran masing-masing 5×10 cm, simpan daging dalam refrigerator pada suhu rendah (1-100C) dengan ketentuan : Daging 1 : Masukkan daging kedalam kantong plastic Poli Etilen dan rekatkan, Daging 2 : Biarkan daging dlam keadaan terbuka dalam refrigerator, amati perubahan ynag terjadi pada permukaan daging setiap hari selama 5 hari, setelah hari ke 5, keluarkan daging tersebut dari refrigerator selanjutnya ukur dan analisa kadar air masing-masing daging tersebut.
Pengemasan Produk Ternak
Siapkan susu segar sebanyak 0.5 liter, pasteurisasi susu tersebut pada suhu 720C selama 15 detik, masukkan susu tersebut kedalam 4 botol masing-massing berisi 125 ml, masing-masing 2 botol disimpan disuhu kamar dan suhu rendah (refrigerator), pada masing-masing kondisi penyimpanan susu dalam botol dibiarkan terbuka dan yang lain tertutup rapat, amati perubahan yang terjad pada masing-massing susu tersebut setiap 8 jam selama 2 hari.
Cara Kerja Curing (Pengawetan Dengan Bahan Kimia)
Siapkan 2 potong daging dengan bobot masing-masing 100 gram, buat larutan yang terdiri atas 7.26 gram garam, 2.70gram gula, 0.23 gram sodium nitrat dan 45.5 ml air, lalu buat larutan lain tanpa sodium nitrat, selanjutnya masing-masing larutan dimasukkan daging, simpan didalam refrigrator selama 7 hari, kemudian amati perubahan yang terjadi.

Cara Kerja Pengawetan Dengan Fermentasi
Siapkan 1 liter susu lalu panaskan(pasteurisasi) sampai mendidih, tambahkan susu bubuk sebanyak 5 % dari berat susu, sedikit demi sedikit sambil terus diaduk, kemmudian dinginkan sampai suhu 45 C (agak hangat) selanjutnya susu tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) bagian : a. Susu YK-1 ditambahkan starter (yakult) 2 sendok teh, b. Susu YK-2 ditambahkan starter(yakult) 3 sendok the, c. Susu Yk-3 ditambahkan starter (yakult) 4 sendok teh, susu yang telah dicampur dengan yakult, kemudian dimasukkan kedalam botol kecil yang tertutup rapat, biarkan pada suhu kamar (25-270C) selama 12-14 jam, kemudian amati perubahan selam proses fermentasi dan lakukan uji organoleptik.

Cara Kerja Pengawetan Dengan Pembekuan
Siapkan karkas ayam dan belah menjadi 2 bagian , yaitu karkas kiri dan kanan, masing-masing pisahkan berdasarkan irisan karkas yang meliputi: irisan punggung, sayap dada, paha atas dan paha bawah, lalu timbang masing-masing irisan karkas dan selanjutny masukkan dalam kemasan plastik dan setelah diberi tanda lalu masukkan semua kemasan karkas kedalam frezzer selama 48 jam, setelah itu cairkan (thawing) kemasan karkas dengan ketentuan: irisan karkas bagian kiri di thawing pada suhu kamar sampai irisan karkas lunak dan karkas bagian kanan di thawing pada refrigrator selam 2 jam dan selanjutnya thawing pada suhu kamar sampai irisan lunak, selanjutnya keluarkan irisan karkas dari kemasan plastik dan timbang lalu hitung driip dari masing-masing irisan karkas dengan rumus :
Selisih berat sampel
% dripp = -------------------------- x 100 %
Berat awal sampel

Cara Kerja Pengawetan Dengan Pengeringan
Daging dicacah, selanjutnya dihaluskan dengan food processor, haluskan semua bumbu (bawang putih, ketumbar, gula merah, garam, asam jawa) kemudian dicampur dengan daging ayam dalam food Processor, buat lapisan tipis (sekitar 3-5 mm) adonan yang sudah siap letakkan diatas daun pisang, kemudian keringkan dalan oven dengan 2 perlakuan yakni: dendeng 1 dikeringkan dalam oven selama 36 jam pada suhu 600C dan dendeng 2 dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 400 C.
Adapun cara kerja penghitungan kadar air dendeng sebagai berikut : Panaskan botol timbang dalam oven pada suhu 1050C selama ½ jam, kemudian masukkan ke dalam desikator, tutup rapat desikator dan selanjutnya timbang dan catat berat botol (W), masukkan sampel seperlunya kedalam botol timbang, kemudian catat botol serta sampel (W1), masukkan dan panaskan botol timbang dalam oven pada suhu 1050C selam 24 jam, kemudaian angkat dan dinginkan dalam eksikator dan selanjutnya timbang (W2) dan kadar air dendeng dapat dihitung dengan runus:
100(W1-W2)
Kadar air bahan = ------------------
(W2 - W)

















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengawetan Alami Pada Telur
Telur merupakan salah satu hasil ternak yang dihasilkan oleh ternak unggas, kualitas telur ditentukan oleh 2 faktor, yaitu kulitas luarnya berupa kulit cangkang dan isi telur. Kualitas luar ini bisa berupa bentuk, warna, keutuhan dan kebersihan kulit cangkang. Sedangkan yang berkaitan dengan isi telur meliputi kekentalan putih telur, warna dan posisi telur, serta ada tidaknya noda-noda pada putih telur, dan kuning telur.
Telur yang segar baik ditandai oleh bentuk kulitnya yang bagus, cukup tebal, tidak cacat (retak), warnanya bersih, rongga udara dalam telur kecil, posisi kuning telur ditengah-tengah, dan tidak terdapat bercak atau noda darah.
Menurut Antonius (2001) menyatakan bahwa telur adalah sumber protein bermutu tinggi, kaya akan vitamin dan mineral, protein telur termasuk sempurna karena menggandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah cukup seimbang. Asam amino esensial sangat dibutuhkan oleh manusia, karena tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh sehingga harus dipenuhi dari makanan yang dimakan.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengawetan Alami Pada Telur.

Peubah
Prlkn
Pengamatan hari ke :
1
2
3
4
5
6
7
Bau
T-1
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
T-2
Normal
Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
T-3
Normal
sdkit Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
T-4
 -
Warna
T-1
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
T-2
Normal
Merah
Merah
Merah
Merah
Merah
Merah
T-3
Normal
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
T-4
 -
 -
 -
 -
 -
 -
Viscositas
T-1
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
T-2
Normal
Kental
Kental
Kental
Kental
Kental
Kental
T-3
Normal
Kenyal
Kenyal
Kenyal
Kenyal
Kenyal
Kenyal
T-4
 -
 -
 -

Pengamatan yang dilakukan pada pengawetan alami pada telur bertujuan untuk mengetahui kamampuan pengawetan alami yang ada pada telur dan untuk mengetahui daya simpan telur pada keadaan mentah dan setelah diolah. Dan setelah proses pengamatan berlangsug ternyata kemampuan pengawetan pada telur tidak mampu bertahan lama semua hanya berlangsung selama ± 2 hari. Setelah itu telur akan mengalami perubahan baik bau, dan perubahan warna terjadi perubahan warna telur tersebut dan dibuang.
Pengamatan pada T-1 ternyata telur T-1 masih bisa bertahann lama ± 2-3 minggu karena telur mempunyai kerabang yang berperan untuk melindungi telur dari tekanan fisik dari luar, pengamatan pada T-2 setelah diamati ternyata daya simpan telur T-2 tidak bisa bertahan lama karena telur mengalami penguapan karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O) dari alam, dan penagamatan pada telur T-3 juga tidak tahan akan daya simpan karena kerabang telur tidak melindungi telur sehingga telur cepat mengalami kerusakan.
Menurut Haryoto (1996) menyatakan bahwa kerusakan isi telur disebabkan adanya C02 yang terkandung didalamnya sudah banyak keluar, sehingga derajat keasaman meningkat penguapan yang terjadi juga menyebabkan bobot telur menyusut dan putih telur menjadi encer, masukknya mikroba kedalam telur melalui pori-pori telur juga akan merusak isi telur.



Pengawetan Dengan Penggaraman
Pembuatan telur asin dengan media basah (cair) setelah dilakukan pengamatan ternyata peran garam dalam pengawetan lebih asin karena terjadinya penetrasi melalui kerabang telur yang tipis sehingga garam mudah masuk kedalam sehingga mudah terjadi penetrasi. Pengamatan selama ± 8 hari memberikan hasil yang cukup memuaskan karena setelah dimasak rasa asin pada telur yang telah diasinkan terasa asin.
Menurut Marhijanto (1996) menyatakan bahwa nilai gizi telur dapat dipertahankan dalam waktu relatife lama, syarat-syarat telur yang akan diasinkan adalah telur masih segar dan baru, telur sudah dibersihkan dari kotoran, kulit telur masih utuh tidak retak, sebelum diasinkan telur harus diamplas untuk mempermudah proses pengasinan.

Tabel 2. Pengamatan Pengawetan dengan Pengaraman
Penggaraman
Unit Telur
Bobot Awal
Bobot Akhir (Gr)
Penyusutan
Volume
Berat jenis
Basah
1
69,263
61,371
0,78

Basah
2
68,697
64,333
1,64

Basah
3
57,705
56,751
0,96

Basah
Kering
1
79,799
69,143
0,74

Kering
2
63,33
62,271
0,73

Kering
3
61,073
60,168
0,108

Kering


Pada pengamatan dengan pembuatan telur asin dengan media pembalut (kering) adalah pengamatan yang dilakukan selama 8 hari hasilnya juga cukup memuaskan karena juga memberikan rasa asin melalui pengawetan penggaraman dengan media pembalut (kering). Dalam kondisi bau kualitas telur tidak banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya.
Tabel 3. Pengamatan Cita Rasa dengan Media Basah dan Kering
Penggaraman
Nilai Hedonik
Bau
Warna
Tekstur
Rasa
Alb
Yolk
Alb
Yolk
Alb
Yolk
Alb
Yolk
Basah
Sangat Suka




Suka




Biasa/Netral








Tidak Suka








Sangat Tidak Suka








Kering
Sangat Suka






Suka


Biasa/Netral








Tidak Suka








Sangat Tidak Suka









Setelah telur direbus pada proses pengamatan telur dengan media pembalut (kering) hasil yang didapat menurut bau, warna, tekstur dan rasa semua berbeda-beda baik proses pengawetan dengan media basah dan kering. Baunya juga berbeda, warnanya hampir sama baik secara basah dan kering, tekstur mendekati kata sama, dan rasa pada pengawetan media basah rasa asinnya lebih terasa karena terjadi proses penetrasi yang dapat menyerap garam lebih banyak sehingga rasanya lebih asin dibanding dengan pengawetan secara pembalut (kering).
Menurut Rasyaf Muh (1983) menyatakan bahwa telur asin adalah telur itik yang diolah dalam keadaan utuh, dimana kandungan garam didalam telur dapat menghambat perkembangan organisme dan sekaligus memberikan aroma yang khas, sehingga telur dapat disimpan dalam waktu relative lama.

Pengawetan Dengan Pengemasan
Hasil yang didapat setelah melakukan pengamatan terhadap daging yang diawetak yaitu :
Tabel 4. Pengemasan Dengan Pendinginan
Pengamatan
Daging
Pengamatan pada hari ke
1
2
3
4
5
Warna
I
Merah hati
Merah
Merah pucat
Kehitaman
Hitam
II
Merah hati
Merah kehitaman
Hitam
Hitam
Hitam
Tekstur
I
Normal
Keras
Keras
Lembek
Lembek
II
Normal
Keras
Keras
Keras
Keras
Konsistensi
I
Padat
Kasar
Liat
Liat
Liat
II
Padat
Liat
Liat
Liat
Kasar
Kadar air
I
Normal
Banyak
Banyak
Banyak
Agak sedikit
II
Normal
Sedikit
Sedikit
Kering
Kering

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada pengemasan dengan pendinginan pada daging semakin hari mengalami penurunan kualitas. Seperti pada warna semakin hari semakin hitam begitu juga yang terjadi pada tekstur, konsistensi, dan kadar air semakin hari juga semakin sedikit. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi dan tempat penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Robert (1999), yang menyatakan bahwa penyimpanan daging pada suhu dingin dapat menyebabkan kerusakan apabila terlalu lama disimpan.
Kondisi pada saat penyimpanan juga sangan berpengaruh, selain dapat menghambat perubahan juga dapat mempertahankan kualitas produk. Yang perli diperhatikan yaitu suhu, kelembaban serta kandungan oksigen. Tetapi lama kelamaan bahan akan mengalami kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadi wiyoto (1997), yang menyatakan bahwa penyimpanan yang baik tidak bisa menjamin kualitas bahan karena adanya sifat alami bahan yang dapat mengalami kerusakan walupun sudah ada proses pengawetan yang bertujuan untuk mencegah proses kerusakan.
Tabel 5. Pengemasan Produk Kernak Suhu Kamar


Pengamatan
Waktu (jam)
Bentuk penyimpanan
Hari ke
1
2



Warna
8
Terbuka
Krem susu
Putih susu
Tertutup
Putih susu
Putih susu
16
Terbuka
Terdapat lapisan dan endapan
Putih susu
Tertutup
Terdapat lapisan dan endapan
Putih susu
24
Terbuka
Krem susu
Krem susu
Tertutup
Krem susu
Putih susu


Bau
8
Terbuka
Busuk
Bau basi
Tertutup
Asam
Bau basi
16
Terbuka
Busuk
Busuk
Tertutup
Bau susu basi
Bau basi
24
Terbuka
Busuk
Busuk
Tertutup
Busuk
Busuk






Tekstur
8
Terbuka
Terjadi pemisahan antara skim dan padatan
Terpisah antara skim dan padatan
Tertutup
Lebih banyak skim
Banyak skim
16
Terbuka
Terpisah antara skim dan padatan
Terpisah antara skim dan padatan
Tertutup
Banyak skim mengental
Banyak skim kental
24
Terbuka
Terpisah antara skim dan padatan
Terpisah antara skim dan padatan
Tertutup
Lebih mengental
Mengental


Konsistensi

8
Terbuka
Menggumpal
Menggumpal
Tertutup
Menyebar
Menyebar
16
Terbuka
Menggumpal
Menggumpal
Tertutup
Menyebar
Menyebar
24
Terbuka
Menggumpal
Kental
Tertutup
menyebar
Lebih kental

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa susu pasteurisasi yang diletakan pada suhu kamar memiliki warna putih susu. Dari segi bau susu yang tertutup mudah cepat basi dubandingkan drengan yang terbuka. Susu yang dipasteurisasi akan lebih tahan lama dibandingkan susu yang segar. Hal ini sesuai dengan pendapat Piliang (1995), yang menyatakan bahwa cara mempertahankan klualitas susu dari serangan mikroba yaitu dengan cara dipanaskan atau pasteurisasi pada suhu 72 derjat celcius selama 15 detik atau 65 derajat celcius selam 30 menit.
Tabel 6. Suhu Rendah (Refrigerator)

Pengamatan
Waktu (jam)
Bentuk penyimpanan
Hari ke
1
2



Warna
8
Terbuka
Susu
Putih susu
Tertutup
Susu
Putih susu
16
Terbuka
Krem
Putih susu
Tertutup
Krem
Putih susu
24
Terbuka
Putih susu
Putih susu
Tertutup
Putih susu
Putih susu


Bau
8
Terbuka
Bau susu
Bau susu
Tertutup
Sedikit amis
Amis
16
Terbuka
Bau susu
Bau susu
Tertutup
Sedikit amis
Amis
24
Terbuka
Bau susu
Amis
Tertutup
amis
Amis


Tekstur
8
Terbuka
Cair
Cair
Tertutup
Sedikit padat
Padat
16
Terbuka
Cair
Cair
Tertutup
Sedikit padat
Padat
24
Terbuka
Cair
Cair
Tertutup
Padat
Padat


Konsistensi

8
Terbuka
Ada pembatas minyak
Lebih banyak
Tertutup
Sedikit
Banyak
16
Terbuka
Sedikit
Banyak
Tertutup
Sedikit
Banyak
24
Terbuka
Sedikit
Banyak
Tertutup
Sedikit
Banyak

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa susu yang disimoan pada suhu kamar akan mudah basi dan terkontaminasi sedangkan pada suhu refrigerator dapat memperlambat kerusakan meskipun kecil dan penggumpalan atau pengentalan merupakn salah satu sifat susu yang khas, penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim dan penambahan asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Bambang, S (1997), yang menyatakan bahwa pengawetan atau penyimpanan pada suhu rendah lebih tahan lama dari pada disuhu kamar karena pada suhu rendah pertumbuhan mikroba akan terhambat.

Curing (Pengawetan Dengan Bahan Kimia)
Menurut Soewedo Hadiwiyoto (1983), menyatakan bahwa ada dua metoda curing, yaitu curing secara basah dan curing secara kering. Warna merah daging yang lebih bagus dibanding daging yang tidak dicuring.
Tabel 7. Curing

Perlakuan
Daging
Perubahan Warna Pada Hari Pengamatan ke
1
2
3
4
5
Tanpa Nitrat
Merah Pucat
Merah
-
-
Merah
Diberi Nitrat
Merah Hati
Merah Pucat
-
-
Hitam Pucat
Dari data diatas dapat diketahui pada hari kelima, daging tanpa nitrat masih berwarna merah, sedangkan pada daging yang diberi nitrat berwarna kehitaman pucat. Padahal telah diketahui bahwa daging yang dicuring (dengan nitrat) warna merah daging akan tetap bertahan. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Winarto (1996) yang menyatakan bahwa daging yang dicuring dengan penambahan nitrat akan menghasilkan warna merah daging yang lebih bagus dibanding daging yang tidak dicuring.
Daging-daging yang dicuring akan lebih awet dibandingkan dengan daging tanpa pengolahan. Karena proses curing ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (1995) yang menyatakan bahwa fungsi nitrit dalam curing yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Nitrit ini biasanya digunakan dalam curing daging yang mengandalkan kekuatan garam sebagai pengawet. Sesuai juga dengan pendapat Anomymous (2006) yang menyatakan bahwa tujuan dari curing ini yaitu untuk mempertahankan warna merah daging ataupun ikan, memberi rasa pada daging dan ikan, dan sebagai pengawetan.

Pengawetan Dengan Fermentasi
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makananmemiliki daya simpan yang lama dan untuk mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Pengawetan makanan harus memperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan dan daya tarik produk pengawetan makanan.
Susu fermentasi diketahui mengandung bakteri asam laktat yang mampu meningkatkan kerja enzim galaktosa yang memudahkan pencernaan laktosa dalam usus.
Tabel 8. Pengawetan Dengan Fermentasi

Pengamatan
Perlakuan
YK-I
YK-II
YK-III
Warna
Lapisan atas putih, bawahnya kuning
Bening
Agak kuning
Bau/aroma
Agak asam
Susu asam
Bau asam menyengat
Kekentalan
Bagian atas kental, bawah cair
Bagian atas ada sedikit gumpalan
Bagian atas kental
Rasa
Kurang asam
Asam
Asam

Dari data diatas dapat diketahui bahwa YK-III merupakan hasil fermentasi yang baik jika dibandingkan dengan susu YK-I dan YK-II, karena mempunyai warna agak kuning, bau asam yang menyengat dan rasa asam. Hal tersebut karena pada susu YK-III ditambahkan dengan 4 sendok teh yakult, sehingga bakteri Lactobacillus casei yang ditambah kedalam susu lebih banyak dibandingkan dengan yakult yang ditambahkan pada YK-1 dan YK-II. Sehingga pada YK-III akan menghasilkan hasil fermentasi yang lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Buckle (1995) yang menyatakan bahwa fermentasi oleh bakteri akan menghasilkan asam. Produk yang difermentasi akan lebih bagus dibandingkan dengan produk yang tidak difermentasi.
Susu yang difermentasi ini akan lebih tahan lama, karena peranan Lactobacillus casei dalam fermentasi yaitu untuk menekan pertumbuhan baketri phatogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Gaman (1996) yang menyatakan bahwa bakteri Lactobacillus casei dalam proses fermentasi yaitu menekan pertumbuhan bakteri phatogen, sehingga produk akan tahan lama, membantu proses pencernaan dalam tubuh dan akan menghasilkan rasa asam pada produk.

Pengawetan Dengan Pembekuan
Hasil yang didapat pada praktikum pengawetan dengan pembekuan adalah sebagai berikut :


Tabel 9. Pengawetan Dengan Pembekuan

Irisan/bagian karkas ayam
Temperatur Thawing
Bobot irisan karkas (gr)
% Dripp
Awal
Akhir
Sayap
Suhu kamar
39
39,48
1,.23
Refrigerator
56,9
57
0,17
Punggung
Suhu kamar
64,7
65,02
0,4
Refrigerator
65,7
64
-2,58
Dada
Suhu kamar
68,6
67
-2,33
Refrigerator
122
123
0,87
Paha atas
Suhu kamar
52
52
0
Refrigerator
64,29
64,75
0,73
Paha bawah
Suhu kamar
42
40
-4,76
Refrigerator
46
45
-2,17

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada setiap karkas / bagian karkas berbeda antara yang satu dengan yang lainya. Bahkan antara temperatur suhu kamar dan suhu refrigerator juga berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena banyakya kadar air yang terkandung didalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonymous (1996), ytang menyatakan bahwa suatu bahan pangan yang banyak mengandung air yang banyak ataupun sedikit akan mengalami perbedaan berat bahan tersebut.
Antara daging yang disimpan disuhu kamar dan suhu refrigerator juga bebeda dimana pada suhu refrigerator berat drippnya lebih banyak dari pada disuhu kamar. Hal ini terjadi karena dalam suhu kamar bahan akan kering karena adanya penguapan, sedangkan pada suhu refrigerator akan terjadi pembekuan yang dapat menampung air. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (1997), yang menyatakan bahwa pada ruangna terbuka bahan akan mengalami perubahan yang berupa adanya penguaoan yang dapat menyebabkan kekeringn pada bahan tersebut.
Pengawetan Dengan Pengeringan
Hasil yang didapat dari praktikum pengawetan dengan pengeringan yaitu sebagai berikut :
Tabel 10. Pengawetan Dengan Pengeringan

Perlakuan
Pengeringan
Kode
Sampel
Berat (gram)
Kadar
Air (%)
W
W1
W2
Suhu 60o C selama 36 jam
1
14,729
14,831
14,765
183,333
2
14,532
14,580
14,533
4700
3
14,950
15,000
14,969
163,158
Rataan
1682,164
Suhu 40o C selama 70 jam
1
11,835
11,894
11,881
28,261
2
11,460
11,546
11,533
17,808
3
11,113
11,231
11,207
25,532
Rataan
23,867

Setelah daging ayam diolah menjadi dendeng, maka didapat hasil seperti tabel diatas. Untuk mengukur kadar air yang terdapat pada daging ayam olahan yaitu dengan suhu 600C selama 36 jam dan suhu 40oC selama 70 jam. Sesuai dengan pendapat Lawrie (1995) yang menyatakan bahwa proses pengeringan dalam pembuatan dendeng ada dua cara, pengeringan dengan sinar matahari dan pengeringan dengan oven yang dapat dijamin hygienis, mutu, dan kekeringannya. Menurut Rasyaf (1995) pembuatan dendeng ayam merupakan salah satu usaha pengawetan daging. Daging yang dibuat dendeng, bisa diperoleh aroma lain dan dendeng yang baik dapat disimpan sampai 60 hari.
Dari diatas dapat dilihat bahwa pengeringan dendeng dengan menggunakan suhu 600C selama 36 jam kadar airnya lebih banyak dibandingkan dengan kadar air pada pengeringan suhu 40oC selama 70 jam. Hal ini bisa saja karena sampel untuk pengeringan suhu 60oC lebih berat dan lebih tebal dibandingkan dengan sampel untuk pengeringan suhu 40oC, sehingga kandungan air pada sampel untuk pengeringan suhu 60oC lebih banyak dan lebih lama keringnya dibandingkan dengan sampel suhu 40oC. Dua macam metode pengeringan ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan kadar air dari masing-masing perlakuan. Menurut Rasyaf (1996) untuk mempengaruhi tingkat kadar air yang perlu dikeluarkan oleh arus udara panas ( yang digunakan dalam proses ), maka perlu untuk mempunyai rasio permukaan : volume yang tinggi dalam daging, oleh karena itu digunakan daging yang sudah dipotong-potong halus.
Pembuatan dendeng ini bertujuan untuk memperpanjang masa simpan pangan ( mengontrol kadar air ) yang didalam prosesnya telah ditambahkan garam. Garam ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1997) bahwa salah satu metoda pengawetan pangan yaitu dengan cara menambahkan garam ke berbagai macam makanan. Pengasapan dan pengeringan juga telah dilakukan secara luas dalam kombinasinya dengan garam, terutama untuk produk daging dan ikan. Menurut Buckle (1995) penambahan garam dalam bahan pangan mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racun.




 
BAB .V. PENUTUPAN


Kesimpulan
Dari pratikum Dasar Teknologi Hasil Ternak dapat disimpulkan bahwa dalam pratikum ini berbagi macam jenis cara untuk pengawetan telah dipelajari dengan baik, walupun belum sesempurna yang diharapakn karena masih ada berbagi kecerobohan praktikan dalam pelaksaan pratikum terutama kelompok B1. Terjadinya pratikum ulang dikarenakan kurangnya rasa tanggung jawab selama berjalannya pratikum.
Berbagai macam jenis pengawetan yang dapat dilakukan pada berbagi jenis produk yang bertujuan untuk memperpanjang umur/masa simpan, dapat meningkatkan nilai daya guna, memperluas jangkauan pemasaran yang berkaitan dengan kendala wilayah dan waktu, dan dapat meningkatkan keanekaragaman pangan hasil ternak. Yang melibatkan panas, sehingga produk akan mengalami beberapa perubahan atau berbeda sifatnya dengan asalnya.


Saran
Saran yang diharapakan untuk kedepannya, terutama bagi para mahasiswa/I atau praktikaan dalam pelaksaan pratikum atau selama melakukan penelitian terhadap berbagai jenis produk hasil ternak yang akan diamti untuk lebih ditingkatkan lagi keseriusan dalam pelaksanaan partikum, agar mendapatkan hasil yang sempurna pula seperti yang diharapkan karena apabila terjadi pratikum ulang seperti kelompok B1 akan membuang waktu saja.


DAFTAR PUSTAKA

Antonius Riyanto.2001. Kandungan Energi Dalam Telur. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Anonymous.1996. Hasil-hasil Olahan Dari Ternak. Penerbit Agritech, Yogyakarta.
Bambang, S .1997. Pengawetan Bahan Pangan Hasil Ternak. PT Mutiara Sumber Widya Penabur Benih Kecerdasan.
Buckle.1995. Penambahan Garam Mempengaruhi Aktivitas Air Dalam Pangan. Penerbit. GITA. PT Gallus Indonesia Utama.
Desrosier M.W.1997. Technology, Elements Of Technology. The Avi Publishing Company. Inc Westport Connecticut.
Frazier W and DC Westhoff.1976. Food Microbiology. Third Edition MC Graw Hill Book Co, New York.
Hamid, A.1975. Pit dan Pembususkan Daging. Fesis Fkit. IPB, Bogor.
Handiwiyoto, Soeswodo.1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty ,Yogyakarta.
Haryoto.1996. Evaluasi Kerusakan-kerusakan Pada Telur Unggas. Penerbit Liberty ,Yogyakarta.
Lawrie .1997. Berbagi Tehnik Dalam Proses Pengeringan Bahan Pangan. Penerbit PT Gremedia Jakarta.
Marhijanto.1996. Kamus Poultry dan Pengawetannya. Penerbit ITB, Bandung.
Muctadi, P.1987. Studies On, and Indonesia Traditional Product. Nutrien and Effect by Biology. Forum Pascasarjana 2(10) : 1-10. Fakultas Peternakan Unibraw, Malang.
Murtidjo .1997. Tehnik Dalam Penambahan Garam Dalam Proses Pengawetan. Penerbit. Universitas Indonesia Press.
Rasyaf Muh.1963. Egg Quality Current Problems and Evaluation Of Egg Quality. Penerbit Fakultas Peternakan Unibraw, Malang.
Rammanof. 1963. Mendeteksi Ketahahan Kualitas Telur saat Pengawetan. Penerbit Fakultas Peternakan Brawijaya, Malang.
Robert.1989. Evaluasi Gizi dan Kerusakan Bahan Pangan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Soeparno.1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University ,Yogyakarta.
Wianrno.1982. Pencegahan Kerusakan Bahan Pangan. Pustaka Media, Yoyakarta.
Winarno F,G.1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia : Jakarta 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia : Jakarta.
Wianrno F,G. S Fardias dan D Fardias.1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia : Jakarta.
















LAMPIRAN


Perhitungan Persentase Dripp (%) Pada Pengawetan dengan Pembekuan


Rumus : % Driip =

  1. Sayap - Kanan = = 97,18 %

- Kiri = = 98,09 %

  1. Pgng - Kanan = = 98,4 %

- Kiri = = 97,64 %

  1. Dada - Kanan = = 99,01 %

- Kiri = = 98,38 %

  1. P.atas - Kanan = = 99,27 %

- Kiri = = 98,9 %

  1. P.bwh - Kanan = = 101,69 %

- Kiri = = 97,65 %

Perhitungan Kadar Air Pada Pengawetan Dengan Pengeringan

Rumus : % Kadar Air =



Perlakuan suhu 60oc Selama 36 jam

Diketahui : - w : 12,121
- w1 : 12,265
- w2 : 12,228

% Kadar Air = == 34,58 %



Perlakuan suhu 40oc Selama 70 jam

Diketahui : - w : 11,693
- w1 : 11,890
- w2 : 11,927

% Kadar Air = == 15,81 %


Rataannya = 25,195 %