TUGAS PAPER
TEKNOLOGI REPRODUKSI
INSEMINASI BUATAN
MULAI DARI PEROSES HINGGA APLIKASINYA
OLEH
DWI PURWANI
E1A009051
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2012
PENDAHULUAN
Efisiensi teknologi IB dapat ditingkatkan dengan keberhasilan menentukan
kelamin anak yang akan dilahirkan. Anak jantan mempunyai pertumbuhan
cepatdan bobot dewasa yang lebih berat dibandingkan betina, sehingga
keberhasilan menghasilkan anak jantan pada usaha peternakan sapi potong
akan meningkatkan produksi ternak sapi. Sebaliknya pada usaha sapi
perah, umumnya anak sapi yang diharapkan kelahirannya adalah anak
betina.
Spermatozoa terdiri dari dua jenis, yaitu spermatozoa pembawa kromosom X
(spermatozoa X) dan spermatozoa pembawa kromosom Y (spermatozoaY).
Keberhasilan spermatozoa X membuahi sel telur akan menghasilkan anak
dengan kelamin betina (XX) dan sebaliknya spermatozoa Y akan
menghasilkan anak jantan (XY). Kedua jenis spermatozoa ini dilaporkan
mempunyai sifat yang berbeda antara lain berat, densiti, motilitas,
surface charge dan ukuran (FOOTE, 1982).
Teknologi pemisahan spermatozoa berdasarkan perbedaan sifat sifat
tersebut sudah banyak dilakukan (HAFEZ dan HAFEZ, 2000). Teknologi
dengan flow cytometry akhir-akhir ini telah dilaporkan dapat memisahkan
spermatozoa X dan Y lebih akurat akan tetapi dengan menggunakan
peralatan yang kompleks dan sangat mahal (JOHNSON et al., 1994; SEIDEL
dan JOHNSON, 1999). Teknologi yang dapat dengan mudah diaplikasikan
antara lain teknologi pemisahan dengan menggunakan serum albumin dan
sephadex (BEERNINK, 1985). Namun, teknologi pemisahan ini masih belum
optimum karena disamping menggunakan zat kimia yang cukup mahal,
pemutaran sperma, sedikitnya volume yang digunakan dan juga diperlukan
waktu yang lama, mengakibatkan motilitas sperma menjadi rendah.
Prinsip pemisahan spermatozoa dengan serum albumin (bovine serum albumin
atau human serum albumin) adalah didasarkan pada kecepatan motilitas
spermatozoa, dimana spermatozoa yang mempunyai motilitas tinggi atau
spermatozoa pembawa kromosom Y akan lebih awal menembus media pemisah
albumin yang lebih pekat (MAXWELL et al., 1984). Putih telur dari telur
ayam dapat digunakan sebagai albumin alternatif pengganti BSA (bovine
serum albumin) dalam proses pemisahan spermatozoa dan dianggap cukup
layak untuk digunakan. Selain mudah terjangkau dan murah, putih telur
juga cukup efektif memisahkan spermatozoa X dan Y (SAILI, 1999). Senyawa
metilxantina, seperti kafeina, theophylline dan IMX
(3-isobutil-1-metilxantina) merupakan zat kimia yang mempunyai fungsi
sebagai inhibitor phosphodiesterase (PDE) dalam rantai cAMP. Inhibitor
tersebut banyak digunakan dalam upaya meningkatkan motilitas dan
velocity/kecepatan serta mempertahankan
Kualitas spermatozoa (JIANG et al., 1984; TAKAHASHI dan FIRST, 1993;
NOMURA et al., 1997). Penggunaan metilxantina biasanya bertujuan
meningkatkan kualitas sperma yang kurang baik maupun sperma beku yang
akan dithawing dan digunakan untuk IB atau fertilisasi in vitro (SHARMA
et al., 1992). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan IMX dalam media pemisahan dan lama waktu pemisahan terhadap
kualitas sperma dan perubahan rasio spermatozoa X dan Y setelah
pemisahan.
Transfer embrio merupakan bagian dari teknologi reproduksi setelah
inseminasi buatan yang tengah dikembangkan dalam dunia peternakan Proses
transfer embrio meliputi :
1. Metode sinkronisasi birahi dan superovulasi
2. Flushing embrio
3. Pengolahan embrio
4. Pencucian
5. Pengisian straw
6. Teknik transfer embrio
Teknik transfer embrio menggunakan embrio segar maupun embrio beku pada
prinsipnya sama, kecuali pada transfer embrio beku diperlukan thawing
embrio dan degliserolisasi untuk menghilangkan cryoprotectant yang ada
dalam media embrio beku.
PEMBAHASAN
INSEMINASI BUATAN
Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak
berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang
pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang
mengalami birahi. Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan
menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina
seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang
dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina
kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina
tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan
cepat larinya. Inilah kisa awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi
ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah
pengunaan teknik tersebut.
Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi.
Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu
mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat
sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut
sel kelamin jantan yang tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules
atau animalculae yang berarti jasad renik yang mempunyai daya gerak maju
progresif. Di kemudian hari sel kelamin jantan tersebut dikenal dengan
spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan
anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada
ovarium kelinci.
Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan
piarann dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu
Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi
amphibia, yang kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada
anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda
birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke
dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah
inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya
mirip dengan induk dan jantan uang dipakai semennya. Dua tahun kemudian
(1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi dengan
hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan
dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan
normal.
Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada
spermatozoatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan
menyaring semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal diatas
filter mempunyai daya fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun
1803, menyumbangkan pengetahuannya mengenai pengaruh pendinginan
terhadap perpanjangan hidup spermatozoatozoa. Dia mengamati bahwa semen
kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin tidak selamanya
membunuh spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaaan tidak
bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama
tujuh setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk
lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan
fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat
memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi.
Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh
seorang dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan
pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran.
Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan
penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu,
Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB
setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan
dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu
sapi dan kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui
cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan pada tahun 1902, Sand dan
Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh empat konsepsi dari delapan
kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB sebagai suatu cara yang
ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang
berharga dan memajukan peternakan pada umumnya.
Penanganan IB secara serius dilakukan di Rusia, sebagai usaha untuk
memajukan peternakan. Peneliti dan pelopor terkemuka dalam bidang IB di
Rusia adalah Elia I. Ivannoff. Tahun 1899 ia diminta Direktur Peternakan
Kuda Kerjaaan Rusia, untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan pemakaian
IB. Dan dilah orang pertama yang berhasil melakukan IB pada sapi dan
domba.
Hasil spektakuler dan sukses terbesar yang diperoleh adalah di
Askaniya-Nova (1912) yang berhasil menghasilkan 31 konsepesi yang 39
kuda yang di IB, sedang dengan perkawinan alam hanya diperoleh 10
konsepsi dari 23 kuda yang di IB. Tahun 1914, Geuseppe amantea Guru
Besar fisiologi manusia di Roma, banyak mengadakan penelitian tentang
spermatozoatologi, dengan hewan percobaan anjing, burung merpati dan
ayam. Kemudian dia berhasil membuat vagina buatan pertama untuk anjing.
Berdasar penemuan ini banyak peneliti lain membuat vagina buatan untuk
sapi, kuda dan domba. Tahun 1926, Roemelle membuat yang pertama kali
membuat vagina buatan untuk sapi, dan orang pertama yang membuat vagina
buatan untuk domba dan kambing adalah Fred F. Mckenzie (Amerika Serikat)
pada tahun 1931. Pada tahun 1938 Prof. Enos J. Perry mendirikan
koperasi IB pertama di Amerika Serikat yang terletak di New Jersey.
Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan
teknologi pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge, A.U. Smith
dan A.S. Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan
semen untuk waktu panjang dengan membekukan sampai -79 0C dengan
mengunakan CO2 pada (dry ice) sebagai pembeku dan gliserol sebagai
pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya
nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan daya simpan yang
lebih lama dan lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C.
Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal
tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan
Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan
istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa
Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan
Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan
LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor
dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang,
timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB
untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti
jejak B. Seit yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik
ternak sapi perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong.
Menjelang tahun 1965, keungan negara sangat memburuk, karena situasi
ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan IB
hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam tempay
dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan.
Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk,
melaksanakan kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi
onggolisasi untuk Mirit dengan semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di
Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba guna, terutama produksi susu
dengan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai Pembibitan
Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali Balai
Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah namanya
menjadi Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan samapi
sekarang di daerah jalur susu Semarang – Solo – Tegal.
Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB,
di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan
pameran pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan
adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara
sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu
dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan
yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen
cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga
perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat.
Hasil-hasil perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup dapat
memberi harapan kepda rakyat setempat. Namun sayangnya peningkatan
produksi tidak diikuti oleh peningkatan penampungan produksi itu
sendiri. Susu sapi umumnya dikonsumsi rakyat setempat. Akibatnya
produsen susu menjadi lesu, sehingga perkembangan IB di Pangalengan
sampai tahun 1970, mengalami kemunduran akibat munculnya
industri-industri susu bubuk yang menggunakan susu bubuk impor sebagai
bahan bakunya.
Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan
karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan
perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di
lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis
sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.
Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima
Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun.
Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang
peternakan di Indonesia, termasuk program IB. Pada awal tahun 1973
pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku
inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir
menjangkau seluruh provinsi di Indonesia.
Semen beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian gratis
pemerintah Inggris dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976
pemerintah Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan,
dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah
Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula pabrik semen beku
kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya
dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur.
Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten,
dengan IPB sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan sebagai sponsornya
(1978). Namun perkembangannya kurang memuaskan karena dukungan sponsor
yang kurang menunjang, disamping reproduksi kerbau belum banyak
diketahui. IB pada kerbau pernah juga diperkenalakan di Tanah Toraja
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur.
Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang
dilaksanakan tahun 1974, menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama
dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 – 38,92 persen. Dari
survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak
terletak pada kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator,
melainkan sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak
betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak disebabkan oleh
kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat
kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan
adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang
organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek
pakan, manajemen, pengendalian penyakit.
Tujuan, Keuntungan dan Kerugian Insemiasi Buatan
Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah
suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen)
yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal
dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan
menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun‘.
Tujuan Inseminasi Buatan
a) Memperbaiki mutu genetika ternak;
b) Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya ;
c) Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
d) Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
e) Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan IB
a) Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
b) Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
c) Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d) Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
e) Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
f) Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
g) Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
Kerugian IB
a) Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
b) Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang
digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan
diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil;
c) Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila
pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak
melalui suatu progeny test).
PENUTUP
Kesimpulan
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik
untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan dan
telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam
saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus
yang disebut ‘insemination gun‘.
Fertilisasi atau pembuahan adalah proses bertemunya kedua sel gamet
(jantan dan betina) atau lebih tepatnya peleburan dua sel gamet dapat
berupa nucleus atau sel bernukeleus untuk kemudian membentuk zigot.
Embrio memiliki tahapan pertumbuhan yang sangat kompleks dan terdiri 5 periode, yaitu :
1. Periode persiapan
2. Periode pembuahan
3. Periode pertumbuhan awal
4. Periode antara
5. Periode pertumbuahan akhir
Transfer embrio merupakan bagian dari teknologi reproduksi setelah
inseminasi buatan yang tengah dikembangkan dalam dunia peternakan
Teknik transfer embrio menggunakan embrio segar maupun embrio beku pada
prinsipnya sama, kecuali pada transfer embrio beku diperlukan thawing
embrio dan degliserolisasi untuk menghilangkan cryoprotectant yang ada
dalam media embrio beku.
Masalah utama di Indonesia untuk pengembangkan teknologi IVF pada sapi
yaitu tersedianya materi ovarium berkualitas baik dan dalam jumlah
banyak tidak dapat terpenuhi. Teknik koleksi sel telur dari hewan hidup
atau dikenal dengan istilah ‘OPU[ES][SQ] (ovum pick up)diharapkan dapat
mengatasi persoalan tersebut terutama untuk program pemuliabiakan karena
materi genetik berupa sel telur dapat dikoleksi dari donor hewan
terpilih dari anak sapi (juvenile atau heifer) atau induk (cow). Dengan
teknik IVF diharapkan kebutuhan masyarakat akan protein hewani dapat
dipenuhi dengan cepat dan murah. Selain itu dengan teknik ‘OPU[ES][SQ],
mutu ternak dapat diperbaiki lebih cepat karena jarak generasi dapat
diperpendek.
Manipulasi genetik dilakukan untuk beberapa tujuan. Pada bidang
pertanian, dengan manipulasi genetik dihasilkan hewan yang memiliki
karakter yang diharapkan (breeding), pangan yang lebih sehat dihasilkan
lebih cepat (kualitas pangan) dan resistensi terhadap infeksi bakteri
yang tersebar bebas (resistensi penyakit). Bidang industri, produk baru
(kambing yang menghasilkan sutra laba-laba) dapat diciptakan. Dalam
bidang riset, memunculkan model riset baru (mencit transgenik) dan
evolusi yang dipaksa (organisme baru dengan karakter yang lebih
diharapkan).
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Y. 1994. "Pengaruh Tingkat Dosis Inseminasi Buatan dan Macam
Pengecer Semen Terhadap Daya Tunas Tetas Telur Ayam Buras": Skripsi S 1
(Unpublish).Jurusan Biologi. FAMIPA-UNPAK, Bogor.
Baguisi,A., and E.W. Overstrom. 2000. Induced enucleation in nuclear
transfer procedures to produce cloned animals. Theriogenology, 53 : 209.
Barke, D.B. Adams And K.J Hutchinson. (Eds.). 1985. University Of New England. Australia.
Beernink F.J. 1985. Technique For Separating X And Y Spermatozoa. In:
Foundations Of In Vitro Fertilization. C.M. Fredricks, J.D. Paulson,
A.H. Decherney (Eds.). New York, Hemisphere Use Of Fresh And
Frozen–Thawed Bull Sperm In Vitro. Theriogenology 35: 204.
Brehm A, K. Ohbo, HR. Scholer. 1997. The carboxy-terminal
transactivation domain of Oct 4 acquires cell specificity through the
POU domain. Mol Cell Biol 17 : p. 154 –162.
Campbell, K.H., J. McWHir, W.A. Ritchie, and I. Wilmut. 1996. Sheep
cloned by nuclear transfer from a cultured cell line. Nature, 380 : 64 –
66.
Collas, P. and F. Barnes. 1994. Transplantasi inti by microinjection of
inner cell mass and granulose cell nuclei. Molecular Reproduction and
Development. 38 : 264 – 267.
Collman, A. 2000. somatic cell nuclear transfer in mammals : progress and applications.Kloning, 1 : 185 – 200.
Ericson, R.J. Dan R.H. Glass. 1982. Functional Differences Between Sperm
Bearing The X- Or Y-Chromosome. In: Prospects For Sexing Mammalian
Sperm. R.P. Amann And G.E. Seidel, Jr. (Eds.). Colorado University
Asscociated Press. Boulder, Colorado, Usa. Pp. 201-211.
Feng, J., Y. Li, M. Hashad, E. Schurr, P. Gross, L.J. Adams, and J.W.
Templeton. 1996.Bovine natural desease resitance associated macrophage
protein (NRAMP1) gene.Genome Research, 6 : 956 -964.
Foote, R.H. 1982. Functional Differences Between Sperm Bearing X And Y
Chromosome. In: Prospects For Sexing Mamalian Sperm. Bp Amann And G.E.
Seidel, Jr (Eds.). Colorado University Asscociated Press. Boulder,
Colorado, Usa.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah Swt karena berkat
limpahan rahmat dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan tugas paper
mata kuliah Teknologi Reproduksi yang berjudul “ Inseminasi Buatan, mulai dari peroses hingga aplikasinya ”
ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Pada paper ini akan membahas mengenai teknik dari inseminasi
buatan, mulai dari peroses hingga aplikasinya dan segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan
teknologi reproduksi ternak secara rinci. Dengan tujuan agar mahasiswa
memiliki pengetahuan mengenai penggunaan dan manfaat dalam mempelajari
teknologi reproduksi ternak dan dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari serta mampu mengubah pola pikir mahasiswa untuk mengenal
teknologi didalam penerapan ilmu reproduksi ternak.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Teknologi Reproduksi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam melaksanakan rangkaian proses belajar sehingga penulis
merasa sangat terbantu dalam teknis pelaksanaan perkuliahan dan materi
yang telah disampaikan.
Penulis menyadari bahwa tugas paper ini masih jauh dari kesempurnaan
dan banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat konstuktif sangat penulis harapkan untuk evaluasi dalam
pembuatan paper yang berkaitan dengan materi kuliah selanjutnya.
Akhirnya, penulis berharap agar paper ini dapat memberikan manfaat
dalam pengembangan wawasan pembaca dan ilmu pengetahuan khususnya
mengenai teknologi reproduksi pada ternak.
Jambi, Maret 2012
Penulis