Sabtu, 03 Maret 2012

dasar reproduksi ternak


PROSES FERTILISASI DAN KEBUNTINGAN




  1. I. Proses Terjadinya Fertilisasi
Fertilisasi merupakan bersatunya antara sel spermatozoa dengan sel telur atau proses meleburnya pronukleus jantan dan pronukleus betina (karyogami). Fertilisasi terjadi di ampula –isthmus junction. Fertilisasi terjadi hanya sekali, dan bertahap. Fertilisasi pada hewan ada dua macam
  1. Fertilisasi Internal, fertilisasi ini terjadi di oviduk (ampula-istmus junction). Penetrasi speram pada fertilisasi ini adalah sperma mengalami reaksi akrosom untuk dapat menembus zona pelusida dan membrane plasma 
Proses dari fertilisasi internal adalah sebagai berikut. Saat terjadi ovulasi, Pada sebagian spesies ovum ada yang mempunyai cumulus ooforus ada yang tidak,  yang mempunyai cumulus ooforus adalah babi. Sperma mempunyai enzim hialuronidase yang berfungsi untuk melarutkan asam hialuronat yang terdapat pada sel-sel granulose pada cumulus ooforus.
Setelah itu sperma ke zona pelusida, ovum di zona pelusida mengeluarkan zat fertilizing, yang apabila berkontak dengan sperma akan menghasilkan aglutinasi, sehingga jika sperma menerobos zona pelusida terdapat lorong bekas jalur tersebut.
Sperma yang berhasil menerobos zona pelusida disebut suplementer, setelah itu untuk menghalangi sperma lainnya, zona pelusida mengeluarkan suatu zat, supaya sperma lainnya tidak masuk.
Setalah itu sperma akan menembus membrane vitelinum,  Sperma yang berhasil menembus zona vitelinum disebut supernumeraria. Sperma masuk kedalam membrane ini mempunyai dua cara, yaitu secara fusi dan fagositosit. Pada saat masuk, ekor ditanggalkan (Toelihere, 1977) Setelah kepala spermatozoa menyentuh membrane vitelin , terjadilah aktifitas ovum. Membran vitellin memperlihatkan reaksi terhadap sentuhan kepala spermatozoa. Ditempat sentuhan terjadi tonjolan kecil dari membrane vitellin dan kemudian terbuka.Dalam keadaan tersebut kepala spermatozoa menyusup masuk kedalam sitoplasma sel ovum . Seluruh tubuh spermatozoa termasuk kepala, ekor, masuk kedalam sitoplasma sel telur, sedang membrane plasma yang menjadi pembungkus sperma, lebur menjadi satu dengan membrane vitelin. Setelah tubuh spermatozoa masuk masuk kedalam sitoplasma, terjadilah pengkerutan protein dan pembelahan inti sel ovum yang terakhir. Hasil pengkerutan adalah dilkeluarkannya cairan ke dalam ruang antara membrane vittelin dengan zona pellucida, dan pembelahan inti sel ovum menghasilkan polar bodi yang juga dikeluarkan ke dalam ruangan tersebut. Selanjutnya kepala spermatozoa terputus dengan bagian lainnya, dan perlahan-lahan menggembung (Partodihardjo, 1986). Setelah menyingkarkan badan polar pertama, terjadi pembentukan pronukleus jantan dan betina. Setelah itu mitokondria ovum mendekati kedua pronukleus. Pertumbuhan pronuklei jantan lebih besar dari pronuklei betina. Setelah itu terjadi penggabungan antara pronukleus jantan dan betina (Toelihere, 1977)
  1. Fertilisasi External, fertilisasi ini terjadi secara alami di air atau in vitro (contoh pada ikan dan amphibi). Pada fertilisasi ekternal ini penetrasi sperma juga mengalami reaksi akrosom untuk menembus jelly coat, membrane viteline, dan membrane plasma 
Tahapan dari fertilisasi ekternal yang dicontohkan pada bulu babi adalah sebagai berikut
  1. Sperma mendekati kontak dengan jelly coat sel telur
  2. Enzim hidrolisis dilepaskan dari vesikula akrosom
  3. Enzim hidrolitik melarutkan jelly coat sehingga sperma dapat masuk
  4. Aktin akan memanjang dan memulai membentuk tudung akrosom
  5. Tudung akrosom berikatan dengan reseptor pada sperma
  6. Ikatan tersebut membuat atau menyebabkan membaran viteline pecah
  7. Membran sperma dan membrane sel telur berfusi, selain menuju langkah berikutnya, setelah tahapan ini juga membuat inti sel sperma masuk ke sitoplasma dan selanjutnya langsung ke tahapan terakhir yaitu inti sel telur dan inti sel sperma berfusi
  8. Terjadi depolarisasi membrane menginaktifkan reseptor sperma,
  9. sehingga meningkatnya Ca++
10.  Granula korteks berfusi dengan membrane plasma dan mengosongkan isinya kedalam rongga perivitelin, dan membrane viteline menjadi membrane fertilisasi, selain itu juga terjadi aktivasi sel telur.
11.  Inti sel telur dan Inti sel sperma berfusi.
Langkag ke 4-8 merupakan reaksi akrosom sedangkan ke 9-11 merupakan rekasi korteks
Setelah bersatu antara sperma dan ovum maka telah terbentuknya zigot. Zigot merupakan sel diploid (2n) dengan jumlah kromosom 23 pasang. Sambil zigot bergerak kearah uterus, zigot membelah secara mitosis berkali-kali. Zigot akan membelah diri menjadi dua, empat, delapan, enambelas, dan seterusnya, Pada saat embrio mencpai 32 sel disebut morula.
Morula ini nanti akan berkembang menjadi blastula. Pada blastula, sel-sel bagian dalam akan membentuk bakal janin atau embrioblas, sedangkan bagian luarnya membentuk trofoblas. Trofoblas ini merupakan dinding yang berfungsi untuk menyerap makanan dan yang pada nantinya akan membentuk plasenta. Selanjutnya blastula bergerak menuju ke uterus, pada dan selama proses ini korpus luteum menghasilakn hormone progesterone. Hormon ini berfungsi untuk implantasi atau perlekatan embrio dengan merangsang pertumbuhan endometrium. Blastula setelah melakukan implantasi juga akan melepaskan hormone korionik gonadotropin, hormone ini akan melindungi kebuntingan dengan cara menstimulasi hormone estrogen dan progesterone sehingga menstruasi pada primate tidak dapat terjadi.
Proses selanjutnya adalah membentuk gastrula atau disebut gastrulasi, yaitu proses proses dimana bagian embrioblas membentuk dua lapisan, yaitu lapisan luar atau ektodermis dan lapisan dalam atau endodermis. Dan pada bagian permukaan dari lapisan ektodermis melakukan invaginasai kedalam membentuk lapisan mesodermis (Syamsuri, 2006).
Pada tingkat tubulasi Daerah-daerah bakal pembentuk alat atau ketiga lapis benih : ectoderm, mesoderm dan endoderm, menyususun diri sehingga berupa bumbung , berongga. Tubulasi terjadi mulai daerah kepala sampai ekor. Kecuali mesoderm hanya berlangsung di daerah truncus embryo (Yatim, 1994).

  1. II. Tahapan Organogenesis

Organogenesis merupakan proses dari pembentukan organ-organ tubuh. Organogenesis meliputi  Proses ini terjadi setelah fase tubulasi pada embryogenesis
  1. Lapisan Ektoderm
    1. Ektoderm Umum : Epidermis kulit, derivat kulit ( kelenjar-kelenjar : Ambing, keringat, lemak, gig, tanduk, dan kuku), lensa mata (alat telinga dalam, indera bau dan rasa), stomadeum (ruang mulut), proktodaeum (bagian anus)
    2. Ektoderm saraf : akan berdiferensiasi menjadi otak  (sistem saraf), otak, sumsum punggung dan saraf tepi, perbesaran indera (mata, hidung, raba).
    3. Rigi Saraf : khromatofor kulit (pigmen dan melanin).
    4. Lapisan Mesoderm
      1. 1. Epimer (mesoderm dorsal), akan megalami segmentasi menurut arah memanjang tubuh embrio, potongan epimer tersusun menurut letak dari anterior ke posterior dan terbentuk somit. Somit akan membentuk dermatom, myotom dan skeretom
      2. 2. Mesomer (mesoderm intermediet), sistem urogenital, ginjal dan alat kelamin.
      3. 3. Hypomer
        1. Somatis (luar), pericardium, pleura, peritoneum, dermis
        2. Visceral (dalam), epimiokardium, mesokardium dan akan membentuk cor
        3. Lapisan Endoderm
          1. Foregut : usus depan
          2. Midgut : usus tengah
          3. Hindgut ; usus belakang
Selain itu juga akan mengeluarkan kelenjar pencernaan saluran pencernaan, sistem pernapasan (epitel paru-paru).







III. Tanda-tanda dan Faktor yang mempengaruhi Kebuntingan
  1. A. Tanda-tanda
Pada kambing tanda-tanda dari kebuntingan adalah sebagai berikut
-          Tidak terlihat tanda-tanda berahi pada siklus berahi berikutnya
-          Perut sebelah kanan tampak membesar
-          Ambing tampak menurun
-          Ternak tampak tenang (Anonim, 2009 (a)).
  1. B. Faktor-faktor
Sedangkan Faktor-faktor yang mempengaruhi dari kebuntingan adalah
-          Temperatur
Temperatur yag terlampau tinggi , terutama perubahan udara yang sangat mendadak dapat mengakibatkan tidak subur/mandul. Dimana produksi sel telur induk betina tidak normal pada masa tidak subur dan dapat mengakibatkan hewan menjadi keriput dan nafsu makan turun. Demikian juga pejantan , produksi sel jantannya juga tidak normal. Hal ini dapat disiasati bagi peternak yang daerah suhunya di atas kenormalan dapat membaut kandang untuk peternakan dibawah pohon yang rindang, sehingga suhu sekitar kandang akan turun dan hewan menjadi nyaman.
-          Umur
Kegagalan bunting dapat disebabkan perkawinan pada usia muda. Umumnya perkawinan tersebut tidak sesuai dengan umur dan berat badan yang sesuai jika hewan akan dikawinkan.
-          Kondisi Penyakit
Mengawinkan hewan dalam kondisi sakit , akan mengakibatkan kegagalan bunting. Karena hewan yang sakit, nafsu makan turun dan pertumbuhan biologisnya tidak normal dan hewan menjadi kurus. Hal ini mengakibatkan alat reproduksi tidak maksimal dan saat kawin akan menimbulkan kegagalan bunting (Anonim, 2009 (b)).
IV. Mekanisme Partus
Mekanisme terjadinya kelahiran secara singkat dapat dimulai dari saat hipotalamus fetus menghasilkan CRH, CRH akan mempengaruhi hipofisis anterior untuk mensekrsikan ACTRH (pelepas hormone ACTH). Sekersi ACTH fetus melonjak. ACTH memepengaruhi cortex adrenal fetus untuk meningkatnya sekresi kortisol, kortisol melewati plasenta dan meningkatkan peningkatkan estrogen, estrogen akan mempengaruhi uterus untuk mensekresikan PGF­2α, PGF­2α akan meregresi korpus luteum sehingga produksi progesterone akan menjadi turun.
PGF­2α, estrogen menyebabkan kontraksi miometrium, ketika fetus sampai ke cervik, maka fetus akan merangsang servik melalui kontraksinya dengan mensekresikan oksitosin. Oksitosin ini akan menambah kuat kontraksi dari miometrium untuk mengeluarkan fetus.
Pada proses dilatasi servik, faktor yang berpengaruh pertama adalah hormone relaxin dan estrogen. Hormon ini mempengaruhi proses dilatasi servik yang pertama, selanjutnya adalah proses pengeluaran amnion dan chorion. Proses ketiga adalah dikelurkannya fetus, pada tahap ini biasanya amnion akan pecah.
Kontraksi untuk dikeluarkannya fetus akan bertambah kuat dengan terjadinya anoxia pada fetus. Akibat terjadi kontraksi, maka aliran darah akan berkurang, sehingga suplai oksigenpun akan berkurang juga. Kontraksi abdomen juga akan menambah kekuatan dari kontraksi untuk dikeluarkannya fetus.  Setelah fetus keluar, kontraksi menjadi berkurang dan melemah, tetapi kontraksi tetap berjalan 1-2 hari, dan kontraksi ini akan menjadi proses dikeluarkannya plasenta dan lain sebagainya yang msih tertinggal di uterus.





  1. V. Periode Post Partus Pada Hewan Betina
Setelah terjadi partus pada hewan biasanya terjadi proses recovery serta akan melalui fase-fase estrus kembali diantaranya adalah
  1. Regenerasi Endometrium
Setelah plasenta lepas, kripta-kripta pada karunkula uterus sapi menjadi semakin dangkal. Kedangkalan ini menyebabkan sisa vili plasenta anak yang tertinggal dalam kripta terlepas dan tercampur dengan serum,limfe dan reruntuhan epitel endometrium yang terdapat dalam lumen uterus. Akibat dari pengecilan pembuluh darah dalam dinding uterus, secara umum menyebabkan endometrium memadatkan diri. Karunkula menjadi kecil tungkai karunkula menjadi pendek. Seluruh sel-sel epitel endometrium mengalami degenerasi dan terlepas menjadi benda mati, tercampur dengan cairan uterus. Satu minggu setelah plasenta keluar normal, tangkai karunkula biasanya telah tidak ada lagi, karunkula hanya berupa jendolan endometrium dengan legokan-legokan dari sekumpulan kripta pada minggu ke 3 dan ke 4 karunkula telah mengecil menjadi karunkula sebesar aslinya yaitu sebesar karunkula uterus yang tidak bunting.6 minggu setelah plasenta dikeluarkan maka epitel karunkula yang mengalami degenerasi dan lepas, telah diganti dengan yang baru. Seluruh epitel dari permukaan uterus telah menhgalami regenerasi pada minggu ke 7.
  1. Involusi Uterus
Adalah peristiwa pengecilan uterus dari volume pada waktu mengandung menjadi ukuran normal tidak mengandung. Dalam pengecilan ini tidak termasuk proses regenerasi epitel endometrium , pengecilan serat-serat urat daging myometrium dan pembuluh-pembuluh darah uterus. Pengecilan uterus disebabkan oleh kurangnya suplai darah yang disertai pemendekan serat urat daging uterus, proses involusi uterus pada umumnya memekan waktu 47 sampai 50 hari setelah partus ( Partodihardjo 1987 ).
Bagi pedet perlakuan yang harus diberikan setalah post partus adalah
  1. Menghindarkan pedet mati lemas
Setelah melahirkan biasanya pedet mengalami mati lemas, akibat dari lubang hidung dan mulut tertutup oleh lender. Sebaiknya setelah melahirkan lender yang terdapat pada lubang hidung dan mulut segera dibersihkan, jika car tersebut tidak manjur, maka dilakukan message sampai pada anggota kaki, karena message tersebut bisa menjadi nafas buatan.
  1. Menghindarkan infeksi
Pabila tali pusar tidak lepas, maka dilakukan pemotongan tali pusar, dan disisakan sepanjang 7,5 – 10 cm, dan bekas potongan diolesi obat agar tidak terjadi infeksi.
  1. Membersihkan lender dan menyusukan pedet secepat mungkin
Jika induk tidak membersihkan lender, disekujur tubuh ternak, maka kewajiban peternak untuk membersihkan lender tersebut secepatnya, setelah 30 menit biasanya pedet mencari putting induk, tetapi jika belum menemukan, maka peternak membantu pedet untuk menemukan.
  1. Mengupayakan pedet memperoleh colostrums
Jika pedet ingin langsung dipisahkan, maka peternak seharusnya member waktu pedet bersama induk sekitar 24-36 jam supaya pedet mendapat colostrums, jika pedet dibiarkan sampai 3-4 hari bersama induk, dan setelah itu dipisahkan, maka pedet dan induk akan mengalami stress. Sedangkan colostrums buatan dibuat dari susu murni, telur, aur kastroli.













VI. Mekanisme dan Hormon yang berpengaruh pada laktasi
Pertumbuhan dari kelenjar mamae dapat dipengaruhi oleh  beberapa hormone diantaranya adalah
  1. Estrogen, hormone perumbuhan dan kortisol: menyebabkan awal pertumbuhan dari system saluran
  2. Progesteron : Meneyebabkan pertumbuhan lebuh lanjt dari system saluran atau duktus serta perkembangan alveolar.
  3. Prolaktin ; Perkembangn alveoli, pemulai sekresi susu dan mempertahankan laktasi (Toelihere, 1985). Dalam merangsang laktasi prolaktin harus bekerjasama dengan hormone lain seperti Cortisol, GH, hormone tyroid, dan Insulin.
Laktasi terdiri dari dua fase yaitu sekresi susu dan pelepasan susu,
  1. Sekresi susu terdiri dari
    1. Sintesa penyususn susu dalam sel alveoli
    2. Pengangkutan secara intramuscular dari unsur-unsur pembentukan susu
    3. Pengeluaran penyusun susu dari sel ke dalam lumen alveoli.
    4. Pelepasan susu
      1. Pelepasan pasif susu dari penampung susu dan duktus besar
      2. Pancaran susu secar reflex dari alveoli (Tomaszewska, 1991).
Proses pelepasan susu dipengaruhi oleh hormone dan mekanismenya adalah melalui stimulasi dari hipotalamus, oksitosin dari kelenjar hipofisis posterior yang disekresikan ke dalam darah, akan menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel disekeliling alveoli dan saluran susu. Namun pelepasan oksitosin ini bisa dihambat oleh pelepasan adrenalin dan epineprin akibat terjadi ketakutan maupun kegelisahan dari hewan. Adrenalin menyebabkan vasokontriksi sehingga supali darah dan oksitosin akan berkurang didalama mamae (Toelihere, 1985).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar