PROSES
FERTILISASI DAN KEBUNTINGAN
- I. Proses Terjadinya Fertilisasi
Fertilisasi
merupakan bersatunya antara sel spermatozoa dengan sel telur atau
proses meleburnya pronukleus jantan dan pronukleus betina
(karyogami). Fertilisasi terjadi di ampula –isthmus junction.
Fertilisasi terjadi hanya sekali, dan bertahap. Fertilisasi pada
hewan ada dua macam
- Fertilisasi Internal, fertilisasi ini terjadi di oviduk (ampula-istmus junction). Penetrasi speram pada fertilisasi ini adalah sperma mengalami reaksi akrosom untuk dapat menembus zona pelusida dan membrane plasma
Proses dari
fertilisasi internal adalah sebagai berikut. Saat terjadi ovulasi,
Pada sebagian spesies ovum ada yang mempunyai cumulus ooforus ada
yang tidak, yang mempunyai cumulus ooforus adalah babi. Sperma
mempunyai enzim hialuronidase yang berfungsi untuk melarutkan asam
hialuronat yang terdapat pada sel-sel granulose pada cumulus ooforus.
Setelah itu
sperma ke zona pelusida, ovum di zona pelusida mengeluarkan zat
fertilizing, yang apabila berkontak dengan sperma akan menghasilkan
aglutinasi, sehingga jika sperma menerobos zona pelusida terdapat
lorong bekas jalur tersebut.
Sperma yang
berhasil menerobos zona pelusida disebut suplementer, setelah itu
untuk menghalangi sperma lainnya, zona pelusida mengeluarkan suatu
zat, supaya sperma lainnya tidak masuk.
Setalah itu
sperma akan menembus membrane vitelinum, Sperma yang berhasil
menembus zona vitelinum disebut supernumeraria. Sperma masuk kedalam
membrane ini mempunyai dua cara, yaitu secara fusi dan fagositosit.
Pada saat masuk, ekor ditanggalkan (Toelihere, 1977) Setelah kepala
spermatozoa menyentuh membrane vitelin , terjadilah aktifitas ovum.
Membran vitellin memperlihatkan reaksi terhadap sentuhan kepala
spermatozoa. Ditempat sentuhan terjadi tonjolan kecil dari membrane
vitellin dan kemudian terbuka.Dalam keadaan tersebut kepala
spermatozoa menyusup masuk kedalam sitoplasma sel ovum . Seluruh
tubuh spermatozoa termasuk kepala, ekor, masuk kedalam sitoplasma sel
telur, sedang membrane plasma yang menjadi pembungkus sperma, lebur
menjadi satu dengan membrane vitelin. Setelah tubuh spermatozoa masuk
masuk kedalam sitoplasma, terjadilah pengkerutan protein dan
pembelahan inti sel ovum yang terakhir. Hasil pengkerutan adalah
dilkeluarkannya cairan ke dalam ruang antara membrane vittelin dengan
zona pellucida, dan pembelahan inti sel ovum menghasilkan polar bodi
yang juga dikeluarkan ke dalam ruangan tersebut. Selanjutnya kepala
spermatozoa terputus dengan bagian lainnya, dan perlahan-lahan
menggembung (Partodihardjo, 1986). Setelah menyingkarkan badan polar
pertama, terjadi pembentukan pronukleus jantan dan betina. Setelah
itu mitokondria ovum mendekati kedua pronukleus. Pertumbuhan
pronuklei jantan lebih besar dari pronuklei betina. Setelah itu
terjadi penggabungan antara pronukleus jantan dan betina (Toelihere,
1977)
- Fertilisasi External, fertilisasi ini terjadi secara alami di air atau in vitro (contoh pada ikan dan amphibi). Pada fertilisasi ekternal ini penetrasi sperma juga mengalami reaksi akrosom untuk menembus jelly coat, membrane viteline, dan membrane plasma
Tahapan dari
fertilisasi ekternal yang dicontohkan pada bulu babi adalah sebagai
berikut
- Sperma mendekati kontak dengan jelly coat sel telur
- Enzim hidrolisis dilepaskan dari vesikula akrosom
- Enzim hidrolitik melarutkan jelly coat sehingga sperma dapat masuk
- Aktin akan memanjang dan memulai membentuk tudung akrosom
- Tudung akrosom berikatan dengan reseptor pada sperma
- Ikatan tersebut membuat atau menyebabkan membaran viteline pecah
- Membran sperma dan membrane sel telur berfusi, selain menuju langkah berikutnya, setelah tahapan ini juga membuat inti sel sperma masuk ke sitoplasma dan selanjutnya langsung ke tahapan terakhir yaitu inti sel telur dan inti sel sperma berfusi
- Terjadi depolarisasi membrane menginaktifkan reseptor sperma,
- sehingga meningkatnya Ca++
10.
Granula korteks berfusi dengan membrane plasma dan mengosongkan
isinya kedalam rongga perivitelin, dan membrane viteline menjadi
membrane fertilisasi, selain itu juga terjadi aktivasi sel telur.
11. Inti
sel telur dan Inti sel sperma berfusi.
Langkag ke 4-8
merupakan reaksi akrosom sedangkan ke 9-11 merupakan rekasi korteks
Setelah bersatu
antara sperma dan ovum maka telah terbentuknya zigot. Zigot
merupakan sel diploid (2n) dengan jumlah kromosom 23 pasang. Sambil
zigot bergerak kearah uterus, zigot membelah secara mitosis
berkali-kali. Zigot akan membelah diri menjadi dua, empat, delapan,
enambelas, dan seterusnya, Pada saat embrio mencpai 32 sel disebut
morula.
Morula ini nanti
akan berkembang menjadi blastula. Pada blastula, sel-sel
bagian dalam akan membentuk bakal janin atau embrioblas,
sedangkan bagian luarnya membentuk trofoblas. Trofoblas ini
merupakan dinding yang berfungsi untuk menyerap makanan dan yang pada
nantinya akan membentuk plasenta. Selanjutnya blastula bergerak
menuju ke uterus, pada dan selama proses ini korpus luteum
menghasilakn hormone progesterone. Hormon ini berfungsi untuk
implantasi atau perlekatan embrio dengan merangsang pertumbuhan
endometrium. Blastula setelah melakukan implantasi juga akan
melepaskan hormone korionik gonadotropin, hormone ini akan melindungi
kebuntingan dengan cara menstimulasi hormone estrogen dan
progesterone sehingga menstruasi pada primate tidak dapat terjadi.
Proses
selanjutnya adalah membentuk gastrula atau disebut gastrulasi,
yaitu proses proses dimana bagian embrioblas membentuk dua lapisan,
yaitu lapisan luar atau ektodermis dan lapisan dalam atau endodermis.
Dan pada bagian permukaan dari lapisan ektodermis melakukan
invaginasai kedalam membentuk lapisan mesodermis (Syamsuri, 2006).
Pada tingkat
tubulasi Daerah-daerah bakal pembentuk alat atau ketiga lapis benih :
ectoderm, mesoderm dan endoderm, menyususun diri sehingga berupa
bumbung , berongga. Tubulasi terjadi mulai daerah kepala sampai ekor.
Kecuali mesoderm hanya berlangsung di daerah truncus embryo (Yatim,
1994).
- II. Tahapan Organogenesis
Organogenesis
merupakan proses dari pembentukan organ-organ tubuh. Organogenesis
meliputi Proses ini terjadi setelah fase tubulasi pada
embryogenesis
- Lapisan Ektoderm
- Ektoderm Umum : Epidermis kulit, derivat kulit ( kelenjar-kelenjar : Ambing, keringat, lemak, gig, tanduk, dan kuku), lensa mata (alat telinga dalam, indera bau dan rasa), stomadeum (ruang mulut), proktodaeum (bagian anus)
- Ektoderm saraf : akan berdiferensiasi menjadi otak (sistem saraf), otak, sumsum punggung dan saraf tepi, perbesaran indera (mata, hidung, raba).
- Rigi Saraf : khromatofor kulit (pigmen dan melanin).
- Lapisan Mesoderm
- 1. Epimer (mesoderm dorsal), akan megalami segmentasi menurut arah memanjang tubuh embrio, potongan epimer tersusun menurut letak dari anterior ke posterior dan terbentuk somit. Somit akan membentuk dermatom, myotom dan skeretom
- 2. Mesomer (mesoderm intermediet), sistem urogenital, ginjal dan alat kelamin.
- 3. Hypomer
- Somatis (luar), pericardium, pleura, peritoneum, dermis
- Visceral (dalam), epimiokardium, mesokardium dan akan membentuk cor
- Lapisan Endoderm
- Foregut : usus depan
- Midgut : usus tengah
- Hindgut ; usus belakang
Selain itu juga
akan mengeluarkan kelenjar pencernaan saluran pencernaan, sistem
pernapasan (epitel paru-paru).
III.
Tanda-tanda dan Faktor yang mempengaruhi Kebuntingan
- A. Tanda-tanda
Pada kambing
tanda-tanda dari kebuntingan adalah sebagai berikut
-
Tidak terlihat tanda-tanda berahi pada siklus berahi berikutnya
-
Perut sebelah kanan tampak membesar
-
Ambing tampak menurun
-
Ternak tampak tenang (Anonim, 2009 (a)).
- B. Faktor-faktor
Sedangkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi dari kebuntingan adalah
-
Temperatur
Temperatur yag terlampau tinggi , terutama perubahan udara yang sangat mendadak dapat mengakibatkan tidak subur/mandul. Dimana produksi sel telur induk betina tidak normal pada masa tidak subur dan dapat mengakibatkan hewan menjadi keriput dan nafsu makan turun. Demikian juga pejantan , produksi sel jantannya juga tidak normal. Hal ini dapat disiasati bagi peternak yang daerah suhunya di atas kenormalan dapat membaut kandang untuk peternakan dibawah pohon yang rindang, sehingga suhu sekitar kandang akan turun dan hewan menjadi nyaman.
Temperatur yag terlampau tinggi , terutama perubahan udara yang sangat mendadak dapat mengakibatkan tidak subur/mandul. Dimana produksi sel telur induk betina tidak normal pada masa tidak subur dan dapat mengakibatkan hewan menjadi keriput dan nafsu makan turun. Demikian juga pejantan , produksi sel jantannya juga tidak normal. Hal ini dapat disiasati bagi peternak yang daerah suhunya di atas kenormalan dapat membaut kandang untuk peternakan dibawah pohon yang rindang, sehingga suhu sekitar kandang akan turun dan hewan menjadi nyaman.
-
Umur
Kegagalan bunting dapat disebabkan perkawinan pada usia muda. Umumnya perkawinan tersebut tidak sesuai dengan umur dan berat badan yang sesuai jika hewan akan dikawinkan.
Kegagalan bunting dapat disebabkan perkawinan pada usia muda. Umumnya perkawinan tersebut tidak sesuai dengan umur dan berat badan yang sesuai jika hewan akan dikawinkan.
-
Kondisi Penyakit
Mengawinkan
hewan dalam kondisi sakit , akan mengakibatkan kegagalan bunting.
Karena hewan yang sakit, nafsu makan turun dan pertumbuhan
biologisnya tidak normal dan hewan menjadi kurus. Hal ini
mengakibatkan alat reproduksi tidak maksimal dan saat kawin akan
menimbulkan kegagalan bunting (Anonim, 2009 (b)).
IV.
Mekanisme Partus
Mekanisme
terjadinya kelahiran secara singkat dapat dimulai dari saat
hipotalamus fetus menghasilkan CRH, CRH akan mempengaruhi hipofisis
anterior untuk mensekrsikan ACTRH (pelepas hormone ACTH). Sekersi
ACTH fetus melonjak. ACTH memepengaruhi cortex adrenal fetus untuk
meningkatnya sekresi kortisol, kortisol melewati plasenta dan
meningkatkan peningkatkan estrogen, estrogen akan mempengaruhi uterus
untuk mensekresikan PGF2α, PGF2α
akan meregresi korpus luteum sehingga produksi progesterone akan
menjadi turun.
PGF2α,
estrogen menyebabkan kontraksi miometrium, ketika fetus sampai ke
cervik, maka fetus akan merangsang servik melalui kontraksinya dengan
mensekresikan oksitosin. Oksitosin ini akan menambah kuat kontraksi
dari miometrium untuk mengeluarkan fetus.
Pada proses
dilatasi servik, faktor yang berpengaruh pertama adalah hormone
relaxin dan estrogen. Hormon ini mempengaruhi proses dilatasi servik
yang pertama, selanjutnya adalah proses pengeluaran amnion dan
chorion. Proses ketiga adalah dikelurkannya fetus, pada tahap ini
biasanya amnion akan pecah.
Kontraksi untuk
dikeluarkannya fetus akan bertambah kuat dengan terjadinya anoxia
pada fetus. Akibat terjadi kontraksi, maka aliran darah akan
berkurang, sehingga suplai oksigenpun akan berkurang juga. Kontraksi
abdomen juga akan menambah kekuatan dari kontraksi untuk
dikeluarkannya fetus. Setelah fetus keluar, kontraksi menjadi
berkurang dan melemah, tetapi kontraksi tetap berjalan 1-2 hari, dan
kontraksi ini akan menjadi proses dikeluarkannya plasenta dan lain
sebagainya yang msih tertinggal di uterus.
- V. Periode Post Partus Pada Hewan Betina
Setelah terjadi
partus pada hewan biasanya terjadi proses recovery serta akan melalui
fase-fase estrus kembali diantaranya adalah
- Regenerasi Endometrium
Setelah plasenta
lepas, kripta-kripta pada karunkula uterus sapi menjadi semakin
dangkal. Kedangkalan ini menyebabkan sisa vili plasenta anak yang
tertinggal dalam kripta terlepas dan tercampur dengan serum,limfe dan
reruntuhan epitel endometrium yang terdapat dalam lumen uterus.
Akibat dari pengecilan pembuluh darah dalam dinding uterus, secara
umum menyebabkan endometrium memadatkan diri. Karunkula menjadi kecil
tungkai karunkula menjadi pendek. Seluruh sel-sel epitel endometrium
mengalami degenerasi dan terlepas menjadi benda mati, tercampur
dengan cairan uterus. Satu minggu setelah plasenta keluar normal,
tangkai karunkula biasanya telah tidak ada lagi, karunkula hanya
berupa jendolan endometrium dengan legokan-legokan dari sekumpulan
kripta pada minggu ke 3 dan ke 4 karunkula telah mengecil menjadi
karunkula sebesar aslinya yaitu sebesar karunkula uterus yang tidak
bunting.6 minggu setelah plasenta dikeluarkan maka epitel karunkula
yang mengalami degenerasi dan lepas, telah diganti dengan yang baru.
Seluruh epitel dari permukaan uterus telah menhgalami regenerasi pada
minggu ke 7.
- Involusi Uterus
Adalah peristiwa
pengecilan uterus dari volume pada waktu mengandung menjadi ukuran
normal tidak mengandung. Dalam pengecilan ini tidak termasuk proses
regenerasi epitel endometrium , pengecilan serat-serat urat daging
myometrium dan pembuluh-pembuluh darah uterus. Pengecilan uterus
disebabkan oleh kurangnya suplai darah yang disertai pemendekan serat
urat daging uterus, proses involusi uterus pada umumnya memekan waktu
47 sampai 50 hari setelah partus ( Partodihardjo 1987 ).
Bagi pedet
perlakuan yang harus diberikan setalah post partus adalah
- Menghindarkan pedet mati lemas
Setelah
melahirkan biasanya pedet mengalami mati lemas, akibat dari lubang
hidung dan mulut tertutup oleh lender. Sebaiknya setelah melahirkan
lender yang terdapat pada lubang hidung dan mulut segera dibersihkan,
jika car tersebut tidak manjur, maka dilakukan message sampai pada
anggota kaki, karena message tersebut bisa menjadi nafas buatan.
- Menghindarkan infeksi
Pabila tali
pusar tidak lepas, maka dilakukan pemotongan tali pusar, dan
disisakan sepanjang 7,5 – 10 cm, dan bekas potongan diolesi obat
agar tidak terjadi infeksi.
- Membersihkan lender dan menyusukan pedet secepat mungkin
Jika induk tidak
membersihkan lender, disekujur tubuh ternak, maka kewajiban peternak
untuk membersihkan lender tersebut secepatnya, setelah 30 menit
biasanya pedet mencari putting induk, tetapi jika belum menemukan,
maka peternak membantu pedet untuk menemukan.
- Mengupayakan pedet memperoleh colostrums
Jika pedet ingin
langsung dipisahkan, maka peternak seharusnya member waktu pedet
bersama induk sekitar 24-36 jam supaya pedet mendapat colostrums,
jika pedet dibiarkan sampai 3-4 hari bersama induk, dan setelah itu
dipisahkan, maka pedet dan induk akan mengalami stress. Sedangkan
colostrums buatan dibuat dari susu murni, telur, aur kastroli.
VI.
Mekanisme dan Hormon yang berpengaruh pada laktasi
Pertumbuhan dari
kelenjar mamae dapat dipengaruhi oleh beberapa hormone
diantaranya adalah
- Estrogen, hormone perumbuhan dan kortisol: menyebabkan awal pertumbuhan dari system saluran
- Progesteron : Meneyebabkan pertumbuhan lebuh lanjt dari system saluran atau duktus serta perkembangan alveolar.
- Prolaktin ; Perkembangn alveoli, pemulai sekresi susu dan mempertahankan laktasi (Toelihere, 1985). Dalam merangsang laktasi prolaktin harus bekerjasama dengan hormone lain seperti Cortisol, GH, hormone tyroid, dan Insulin.
Laktasi terdiri
dari dua fase yaitu sekresi susu dan pelepasan susu,
- Sekresi susu terdiri dari
- Sintesa penyususn susu dalam sel alveoli
- Pengangkutan secara intramuscular dari unsur-unsur pembentukan susu
- Pengeluaran penyusun susu dari sel ke dalam lumen alveoli.
- Pelepasan susu
- Pelepasan pasif susu dari penampung susu dan duktus besar
- Pancaran susu secar reflex dari alveoli (Tomaszewska, 1991).
Proses pelepasan
susu dipengaruhi oleh hormone dan mekanismenya adalah melalui
stimulasi dari hipotalamus, oksitosin dari kelenjar hipofisis
posterior yang disekresikan ke dalam darah, akan menyebabkan
kontraksi sel-sel mioepitel disekeliling alveoli dan saluran susu.
Namun pelepasan oksitosin ini bisa dihambat oleh pelepasan adrenalin
dan epineprin akibat terjadi ketakutan maupun kegelisahan dari hewan.
Adrenalin menyebabkan vasokontriksi sehingga supali darah dan
oksitosin akan berkurang didalama mamae (Toelihere, 1985).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar