KATAPENGANTAR
Bismillaahirahmaanirrohim
Allhamdulillah dengan rasa syukur yang tiada tara
atas kehadirat Allah swt dengan rahmat dan inayah-Nya serta
dengan segala daya dan upaya penulis dapat menyelesaikan laporan
semester Pratikum Dasar Teknologi Hasik Ternak (DTHT)
ini dengan baik.
Sejalan dengan itu semua, dengan segala kemampuan
yang ada penulis berusaha di dalam penyusunan laporan ini agar mudah
dipahami dan diterima oleh pembaca. Dengan demikian jika para pembaca
menjumpai susunan kata-kata yang kurang baik, atau menjumpai hal-hal
yang tidak berkenan dihati, seperti di dalam bahasa yang kurang
tepat, sudihlah kiranya memberikan teguran
positif. Insya Allah dengan teguran dan pembentukan dari pembaca,
laporan ini akan lebih sempurna.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kapada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Kepada para pembaca
yang telah memberi teguran penulis ucapkan terima kasih semogga Allah
akan memberikan pahala yang setimpal. Kepada Allah swt penulis mohon
taufiq dan hidayah-Nya, semogga usaha ini senantiasa dalam
keridlaan-Nya.Amien.
Jambi, Mei 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR…………………………………………… i
DAFTAR
ISI……………………………………………………… ii
DAFTAR
TABEL………………………………………………… iii
BAB I. PENDAHULUAN
Latar
Belakang…………………………………………… 1
Tujuan dan
Manfaat……………………………………….. 2
BAB II. TINJAUAN
PUSTAKA……………………………….. 3
BAB III. MATERI DAN METODA
Waktu dan
Tempat………………………………………….. 10
Materi……………………………………………………..... 10
Metoda…………………………………………………. 10
BAB IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN…………………………. 15
BAB V. PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………….. 28
Saran…………………………………………………………. 28
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………. 29
LAMPIRAN………………………………………………………… 31
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
- Pengawet Alami Pada Telur……………………………………. 15
- Pengawetan Dengan Penggaraman…………………………….. 17
- Pengamatan Cita Rasa………………………………………….. 18
- Pengawetan Dengan Pengemasan (Pendinginan)………………. 19
- Pengemasan Produk Ternak (Suhu Kamar)…………………….. 20
- Pengemasan Produk Ternak (Suhu Rendah)…………………… 21
- Curing…………………………………………………………… 22
- Pengawetan Dengan Fermentasi………………………………… 23
- Pengawetan Dengan Pembekuan……………………………….. 25
- Pengawetan Dengan Penggeringan……………………………... 26
- PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang mempelajari dasar-dasar pengelolaan hasil ternak yang
bersifat praktis, tepat guna, tepat sasaran dan aplikatif mulai
produk dipanen, proses penyimpanan hingga sampai produk tersebut
mengalami proses pengolahan. Dalam penerapannya, pengetahuan tentang
Dasar Teknologi Hasil Ternak lebih ditekankan pada berbagai cara
pengawetan yang dilakukan terhadap hasil dan produk ternak dan hasil
olahannya. Baik mekanisme yang terjadi selama pengawetan berlansung,
maupun perubahan yang terjadi pada hasil dan produk olahannya.
Praktikum
tentang Dasar Teknologi Hasil Ternak lebih difokuskan pada produk
ternak (susu, telur dan daging) maupun hasil-hasil olahannya. Sebagai
produk hasil ternak, susu maupun daging secara umum mempunyai sifat
dan kualitas (komposisi nilai gizi) yang relatif berbeda sehingga
penaganannya tidak harus selalu sama. Susu, telur dan daging
merupakan produk yang High Paribsable, yaitu produk yang
mempunyai daya simpan yang terbatas dan produk cepat mengalami
penurunan kualitas atau kerusakan, kondisi ini tidak terlepas dari
kandungan zat makanan atau nilsi gizi yang ada seperti protein,
lemak, vitamin dan mineral serta kandungan air yang cukup tinggi yang
merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan
mikroba sehingga penaganan hasil dan produk ternak sangat diperlukan
demi memperpanjang masa simpan bukan menghidari dari kerusakan karena
pada dasarnya kerusakan hasil dan produk ternak bersifat alamiah
sehingga tidak bisa dihindari.
Tujuan
dan Manfaat
Dalam
praktikum Dasar Teknoli Hasil Ternak (DTHT) ini pada umumnya
bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman tentang
dasar-dasar teknologi pengelolaan hasil dan produk ternak meliputi
cara pengawetan dengan penggaraman, pengawetan dengan pengemasan,
pengawetan dengan Bahan Kimia, pengawetan dengan fermentasi,
pengawetan dengan pembekuan dan pengawetan dengan peneringan serta
penentuan kadar Air.
Sedangkan
manfaat dari praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak ini adalah
mahasiswa dibekali dengan pengalaman dan keterampilan yang praktis
tepat guna, efisien dan aplikatif sehingga pada akhirnya mahasiswa
dapat mempraktekan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
- TINJAUAN PUSTAKA
Pengawetan
Alami Pada Telur
Antonius
(2001) menyatakan bahwa telur adalah sumber protein bermutu tinggi,
kaya akan vitamin dan mineral, protein telur termasuk sempurna
karena menggandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah cukup
seimbang. Asam amino esensial sanagat dibutuhkan oleh manusia, karena
tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh sehingga harus dipenuhi dari
makanan yang dimakan.
Haryoto
(1996) menyatakan bahwa kerusakan isi telur disebabkan adanya C02
yang terkandung didalamnya sudah banyak keluar, sehingga derajat
keasaman meningkat penguapan yang terjadi juga menyebabkan bobot
telur menyusut dan putih telur menjadi encer, masukknya mikroba
kedalam telur melalui pori-pori telur juga akan merusak isi telur.
Penurunan
kesegaran telur terutama disebabkan oleh adanya kontaminasi mikroba
dari luar yang masuk melalui pori-pori kerabang, kemudian merusak
bagian kalaza telur sehingga bagian albumin dan yolk juga ikut rusak.
Untuk mempertahankan kualitas atau mutu dari telur segar dapat
dilakukan dengan menyimpan telur pada lemari es. Hal ini sesuai
dengan pendapat Soewedo Hadiwiyoto (1983), yang menyatakan bahwa
telur yang segar dapat dipertahankan kesegarannya dalam waktu yang
relatif lama apabila disimpan dalam ruangan yang bersuhu sekitar
0˚C.
Hari Purnomo dan Adiono (1985), yang menyatakan bahwa telur utuh yang
disimpan pada suhu serendah mungkin di atas titik beku telur -2˚C
akan memperlambat hilangnya CO2 dan air di dalam telur
maupun penyebaran air dari putih telur ke kuning telur. Pengendalian
kelembaban udara dalam ruangan yaitu 80-90 % dibutuhkan untuk
memperlambat kehilangan air, kadar karbondioksida kira-kira 3% dalam
udara akan mengurangi kehilangan CO2.
Adanya jamur yang tumbuh pada permukaan telur serta terjadinya
perubahan warna telur disebabkan oleh aktivitas mikroba. Kapang
bersifat aerobik, paling banyak tumbuh pada permukaan bahan pangan
yang tercemar sehingga bahan pangan menjadi lekat, berbulu sebagai
hasil produksi miselium dan spora kapang (Hari Purnomo dan Adiono,
1985).
Pengawetan
Dengan Penggaraman
Menurut Cilly Sirait, 1986 menerangkan bahwa larutan yang banyak
digunakan dalam pengawetan telur adalah larutan garam, larutan kapur,
larutan natrium silikat dan larutan bahan penyamak.
Menurut Winarno (1984) menyatakan bahwa cita rass bahan pangan
terdiri dari 3 komponen, yaitu bau, rasa dan rangsangan dari mulut.
Cita rasa telur asin ayng khas mungkin disebabkan oleh beberapa
factor, yaitu pemecahan senyawa didalam telur atau fermentasi mikroba
selama proses pengasinan.
Menurut
Syamsixman 1982, menyatakan bahwa proses pengasinan dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu merendam telur dalam larutan garam jenuh dan
membungkus telur dengan adonan garam tembahkan pula teh pada
pengasinan telur.
Menurut
Marhijanto (1996) menyatakan bahwa nilai gizi telur dapat
dipertahankan dalam waktu relatife lama, syarat-syarat telur yang
akan diasinkan adalah telur masih segar dan baru, telur sudah
dibersihkan dari kotoran, kulit telur masih utuh tidak retak, sebelum
diasinkan telur harus diamplas untuk mempermudah proses pengasinan.
Menurut
Rasyaf Muh (1983) menyatakan bahwa telur asin adalah telur itik yang
diolah dalam keadaan utuh, dimana kandungan garam didalam telur dapat
menghambat perkembangan organism dan sekaligus memberikan aroma yang
khas, sehingga telur dapat disimpan dalam waktu relative lama.
Pengawetan
Dengan Pengemasan
Sebagaimana diterangkan oleh Soeparno 1994, bahwa penyimpanan daging
pada suhu dingin meskipun dalam waktu singkat diperlukan untuk
mengendalikan kerusakan dari perlakuan mekroorganisme perusak, metode
yang banyak digunakan untuk memperpanjang masa simpan daging yaitu
dengan pendinginan dengan suhu sampai 5ºC.
Kadar air daging sebesar 75%, daya mengikat air dari daging mempunyai
pengaruh terhadap keempukan daging, kadar air dan warna. Penurunan
daya mengikat air daging dapat terjadi saat pemanasan di atas 50ºC
dan diikuti dengan penurunan kadar air daging (Bina Produksi
Peternakan, 1993).
Secara umum tujuan dari pengemasan adalah mempertahankan kualitas :
yakni melindungi kontaminasi dari mikroorganisme, kotoran dan
serangga, melindungi kandungan air dan lemak, yaitu agar kandungan
air bahan pangan tetap konstan, mencegah masuknya bau dan gas
sehingga bau/aroma produk dapat dipertahankan, melindungi dari
tekanan dan benturan. Namun pengemasan pada daging segar memiliki
tujuan utama yakni untuk mengurangi kehilangan air atau susut bobot,
mencegah masuknya bau dari luar dan membatasi jumlah oksigen (Hari
Purnomo dan Adiono, 1985).
Menurut SoewedoHadiwiyoto (1983) menyatakan bahwa pesteurisasi adalah
proses pemanasansetiap komponen dalam susu pada suhu 62ºC selama 30
menit, atau pemanasan suhu pada suhu 72ºC selama 15 detik. Adapun
tujuan dari proses pasteurisasi susu adalah :
- Untuk membunuh bakteri dan patogen terutama mycrobacterium tuberculosis
- Untuk mengurangi populasi bacteria dalam susu
- Memperpanjang daya simpan bahan
- Dapat memberikan cita rasa yang lebih menarik konsumen.
- Pada pasteurisasi, proses ini dapat meng-inaktifkan fosfatase dan katalase, yaitu enzim-enzim yang membuat susu cepat rusak.
Susu yang segar memiliki bau yang khas serta warna yang normal mulai
dari warna putih kebiru-biruan sampai kuning kecoklatan. Warna putih
pada susu, serta penampakannya adalah akibat penyebaran
butiran-butiran koloid lemak selain itu susu segar juga memiliki cita
rasa asli susu yang sangat sulit dijelaskan , tetapi yang pasti
menyenangkan dan agak manis. Rasa manis berasal dari laktosa, rasa
asin berasal dari klorida, sitrat, dan garam mineral (Hari Purnomo
dan Adiono, 1985).
Curing
(Pengawetan Dengan Bahan Kimia)
Menurut Soewedo Hadiwiyoto (1983), menyatakan bahwa ada dua metoda
curing, yaitu curing secara basah dan curing secara kering.
Warna merah
daging yang lebih bagus dibanding daging yang tidak dicuring.
Daging-daging yang dicuring akan lebih awet dibandingkan dengan
daging tanpa pengolahan. Karena proses curing ini dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (1995)
yang menyatakan bahwa fungsi nitrit dalam curing yaitu dapat
menghambat pertumbuhan bakteri.
Nitrit ini biasanya digunakan dalam curing daging yang mengandalkan
kekuatan garam sebagai pengawet. Sesuai juga dengan pendapat
Anomymous (2006) yang menyatakan bahwa tujuan dari curing ini yaitu
untuk mempertahankan warna merah daging ataupun ikan, memberi rasa
pada daging dan ikan, dan sebagai pengawetan.
Pengawetan
Dengan Fermentasi
Pengawetan
makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki
daya simpan yang lama dan sifat-sifat fisik dan kimia makanan.
Pengawetan makanan harus memperhatikan jenis bahan makanan yang
diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik
produk pengawetan makanan
(http://inforet.Wordpress.com/2007/09/17/Pengawet
makanan-2/).
Menurut
Hardiwiyanto (1983) menyatakan bahwa ada beberapa tujuan dalam
pengawetan makanan : bahan makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan
dimana saja, namun dengan batas kadaluarsa, kandungan bahan kimia dan
bahan makanan dapat dipertahankan, bahan-bahan yang dikehendaki
seperti racun alami dan sebagainya dapat dinetralkan atau
disingkirkan dari bahan makanan.
Menurut
Robert (1989) menyatakan bahwa susu fermentasi diketahui mengandung
bakteri asam laktat yang mampu meningkatkan kerja enzim galaktosidae
yang memudahkan pencernaan laktosa dalam usus, meningkatkan kualitas
nutrisi, menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah kanker dan
mengatasi diare.
Menurut
penelitian para ahli pada fermentasi susu segar yang menggunakan
lactobacillus terdapat beberapa manfaat : susu fermentasai memiliki
beberpa kandungan asam amino amino bebas lebih tinggi disbanding
susu segarnya. Pemberian susu fermentasi pada hewan dapat
meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan pada berbagai jenis
ternak dibandingkan dengan pemberian susu tanpa fermentasi,
ketersedian kalsium, seng, zat besi, mangan, tembaga dan fosfor pada
susu fermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan susu segar.
(http://Portuna-celluler-blogspot.com/2010/02/Fernentasi-susu-html).
Menurut
Purnomo 919890 menyatakan bahwa kerusakan atau penyimpanan yang
terjadi pada produk ternak tidak berlangsung secara serentak, akan
tetapi terjadi secar bertahap/dinamis. Produk mengalami perubahan
kuantitas, sebagai akibat terjadinya penguapan, absorbs ataupun
penyerapan bau yang tidak diinginkan.
Pengawetan
Dengan Pembekuan
Bahkan antara temperatur suhu kamar dan suhu refrigerator juga
berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena banyakya kadar air yang
terkandung didalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonymous
(1996), ytang menyatakan bahwa suatu bahan pangan yang banyak
mengandung air yang banyak ataupun sedikit akan mengalami perbedaan
berat bahan tersebut.
Antara daging yang disimpan disuhu kamar dan suhu refrigerator juga
bebeda dimana pada suhu refrigerator berat drippnya lebih banyak dari
pada disuhu kamar. Hal ini terjadi karena dalam suhu kamar bahan akan
kering karena adanya penguapan, sedangkan pada suhu refrigerator akan
terjadi pembekuan yang dapat menampung air. Hal ini sesuai dengan
pendapat Lawrie (1997), yang menyatakan bahwa pada ruangna terbuka
bahan akan mengalami perubahan yang berupa adanya penguaoan yang
dapat menyebabkan kekeringn pada bahan tersebut.
Pengawetan
Dengan Pengeringan
Menurut
Soewodo (1983) menyatakan bahwa pengeringan adalah suatu cara atau
proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu
bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan
menggunakan energy panas, biasanya kandungan air bahan dikuranngi
sampai batas dimana mikroba tidak tidak dapat tumbuh lagi didalamnya.
Menurut
Winarno (1987)menyatakan bahwa terdapat dua metode pengeringan, yaitu
dengan metode sun drying dan metode artificial drying. Sun drying,
yaitu suatu proses pengeringan dengan menggunakan panas matahari.
Sedangkan artificial drying, yaitu suatu proses pengeringan dengan
menggunakan panas yang berasal dari suatu mesin pengering. Keuntungan
suhu dan waktu pengeringan dapat diatur serta kebersihan pangan
lebih terjamin.
Menurut
Suetarno (1992) menyatakan bahwa pengeringan dengan pemanas buatan
mempunyai beberapa tipe alat dimana pindah panas berlansung secara
konduksi atau konversi, mesakipun ada beberapa yang dapat dilakukan
dengan cara radiasi. Alat pengering dengan menggunkan pindah panas
secara konversi pada umumnya menggunkan udara panas yang dialirkan,
sehingga energy panas merata keseluruh bahan.
Menurut
Robert (1982) menyatakan bahwa tujuan pengeringan untuk mengurangi
kadar air bahan sampel batas dimana perkembangan mikroorganisme dan
kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukkan terhambat.
Menurut
Handiwiyoto, Soeswodo (1983) menyatkan bahwa pengeringa dengan
menggunakan sinar matahari sebaiknay dilakukan ditempat yang udaranya
kering dan suhu nya lebih dari 100oF. Pengeringan dengan
metode ini memerlukan waktu 3-4 hari. Pengeringan dengan menggunakan
oven dapat dilakukan dengan mengatur panas, kelembaban dan kadar air.
Waktu yang diperlukan 5-12 jam agar bahan menjadi kering, temperature
oven diatas 1400F.
III.
MATERI DAN METODA
Waktu
dan Tempat
Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak ini dilaksanakan setiap hari
senin tepatnya pukul 12.00- 14.00 WIB yang dimulai dari Tanggal 11
April 2011- 2 mei 2011 bertempat digedung C Laboratorium Fakultas
Peternakan Universitas Jambi.
Materi
Adapun
alat-alat dan bahan yang digunakan pada pratikum Dasar Teknologi
Hasil Ternak yaitu : Telut ayam ras, piring, telur itik 5 butir,
garam halus, kapur sirih, air matang yang telah didinginkan, amplas,
sabut, stoples atau ember kecil, serbuk bbatu bata, abu gosok,
larutan the, daging, kemasan plastic poli etilen, pisau,
refrigerator, sealer (perekat plastic), susu pasteurisasi, gelas atau
botol, panci, kompor, daging sapi/kerbau, garam dan gula halus, air,
sodium nitrat, timbanagn, toples, susu segar, bakteri stater
Lactobacillus casei atau yakult, susu bubuk 2 sendok, gula atau
sirup, panic email, kompor, alat pengaduk, daging ayam, freezer,
thermometer, telenan, plastic, timbangan ohaous, daging ayam 300
gram, bawaang pputih 6 gram, ketumbar 9 gram, gula merah 90 gram,
garam 9 gram, asam jawa 3 gram, food processor, baskom, plastic, daun
pisang, dan oven.
Metoda
Cara
Kerja Pengawetan Alami Pada Telur
Siapakan
3 buttir telur dan bersihkan dari kotoran yang ada pada permukaan
kerabang, masing-massing telur beri tanda sesuai dengan perlakuan,
yaitu : T-1 : biarkan telur dalam keadaan mentah an utuh, T-2 :
pecahkan telur dan letakan dalam piring, T-3 : rebus elur sampai
masak (10 menit), kemudian kupas dan letakan dalam piring, amati
semua perlakuan tersebut sehari 2 kali selam 5 hari.
Cara
Kerja Pengawetan Dengan Penggaraman
Pembuatan
Telur Asin Dengan Media cair (Cara Basah)
Cuci
telur dan gosok dengan sabut, kemudian dilap dengan kain kering,
amplas kerabang telur agar lebih mudah dan lap dengan kain, rendam
dalam larutan garam (air : garam = 3: 1) yang ditmbah sedikit air
kapur selama 8 – 10 hari dalam wadah stoples, kemudian rebus hingga
masak.
Pembuatan
Telur Asin Dengan Media Pembalutan (Cara Kering)
Bersihakan
telur yang akan diasinkan, buat larutan the (air : the =1 liter p; 60
gram the), buat campuran antara garam halus, serbuk batu bata dan abu
gososk dengan perbandingan 4 : 3 : 3, buat campuran tersebut menjadi
adonan pasta dengan menambah larutan teh, lapisi/bungkus telur dengan
adonan dan simpan 8 – 10 hari, kemudian rebus hingga masak,
bandingkan hasilnya (bau, warna, tekstur dan rasa) dengan cara bash
dan bahas.
Cara
Kerja Pengawetan Dengan Pengemasan
Pengemasan
dengan Pendinginan
Sipakan 2 potong daging dengan ukuran masing-masing 5×10 cm, simpan
daging dalam refrigerator pada suhu rendah (1-100C) dengan
ketentuan : Daging 1 : Masukkan daging kedalam kantong plastic Poli
Etilen dan rekatkan, Daging 2 : Biarkan daging dlam keadaan terbuka
dalam refrigerator, amati perubahan ynag terjadi pada permukaan
daging setiap hari selama 5 hari, setelah hari ke 5, keluarkan daging
tersebut dari refrigerator selanjutnya ukur dan analisa kadar air
masing-masing daging tersebut.
Pengemasan
Produk Ternak
Siapkan
susu segar sebanyak 0.5 liter, pasteurisasi susu tersebut pada suhu
720C selama 15 detik, masukkan susu tersebut kedalam 4
botol masing-massing berisi 125 ml, masing-masing 2 botol disimpan
disuhu kamar dan suhu rendah (refrigerator), pada masing-masing
kondisi penyimpanan susu dalam botol dibiarkan terbuka dan yang lain
tertutup rapat, amati perubahan yang terjad pada masing-massing susu
tersebut setiap 8 jam selama 2 hari.
Cara Kerja Curing (Pengawetan Dengan Bahan Kimia)
Siapkan 2 potong daging dengan bobot masing-masing 100 gram, buat
larutan yang terdiri atas 7.26 gram garam, 2.70gram gula, 0.23 gram
sodium nitrat dan 45.5 ml air, lalu buat larutan lain tanpa sodium
nitrat, selanjutnya masing-masing larutan dimasukkan daging, simpan
didalam refrigrator selama 7 hari, kemudian amati perubahan yang
terjadi.
Cara Kerja Pengawetan Dengan Fermentasi
Siapkan 1 liter susu lalu panaskan(pasteurisasi) sampai mendidih,
tambahkan susu bubuk sebanyak 5 % dari berat susu, sedikit demi
sedikit sambil terus diaduk, kemmudian dinginkan sampai suhu 45 C
(agak hangat) selanjutnya susu tersebut dibagi menjadi 3 (tiga)
bagian : a. Susu YK-1 ditambahkan starter (yakult) 2 sendok
teh, b. Susu YK-2 ditambahkan starter(yakult) 3 sendok the, c.
Susu Yk-3 ditambahkan starter (yakult) 4 sendok teh, susu yang
telah dicampur dengan yakult, kemudian dimasukkan kedalam botol kecil
yang tertutup rapat, biarkan pada suhu kamar (25-270C)
selama 12-14 jam, kemudian amati perubahan selam proses fermentasi
dan lakukan uji organoleptik.
Cara Kerja Pengawetan Dengan Pembekuan
Siapkan karkas ayam dan belah menjadi 2 bagian , yaitu karkas kiri
dan kanan, masing-masing pisahkan berdasarkan irisan karkas yang
meliputi: irisan punggung, sayap dada, paha atas dan paha bawah, lalu
timbang masing-masing irisan karkas dan selanjutny masukkan dalam
kemasan plastik dan setelah diberi tanda lalu masukkan semua kemasan
karkas kedalam frezzer selama 48 jam, setelah itu cairkan (thawing)
kemasan karkas dengan ketentuan: irisan karkas bagian kiri di thawing
pada suhu kamar sampai irisan karkas lunak dan karkas bagian kanan di
thawing pada refrigrator selam 2 jam dan selanjutnya thawing pada
suhu kamar sampai irisan lunak, selanjutnya keluarkan irisan karkas
dari kemasan plastik dan timbang lalu hitung driip dari masing-masing
irisan karkas dengan rumus :
Selisih berat sampel
% dripp = -------------------------- x 100 %
Berat awal sampel
Cara Kerja Pengawetan Dengan Pengeringan
Daging dicacah, selanjutnya dihaluskan dengan food processor,
haluskan semua bumbu (bawang putih, ketumbar, gula merah, garam, asam
jawa) kemudian dicampur dengan daging ayam dalam food Processor,
buat lapisan tipis (sekitar 3-5 mm) adonan yang sudah siap letakkan
diatas daun pisang, kemudian keringkan dalan oven dengan 2 perlakuan
yakni: dendeng 1 dikeringkan dalam oven selama 36 jam pada suhu 600C
dan dendeng 2 dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 400
C.
Adapun cara kerja penghitungan kadar air dendeng sebagai berikut :
Panaskan botol timbang dalam oven pada suhu 1050C selama ½
jam, kemudian masukkan ke dalam desikator, tutup rapat desikator dan
selanjutnya timbang dan catat berat botol (W), masukkan sampel
seperlunya kedalam botol timbang, kemudian catat botol serta sampel
(W1), masukkan dan panaskan botol timbang dalam oven pada suhu 1050C
selam 24 jam, kemudaian angkat dan dinginkan dalam eksikator dan
selanjutnya timbang (W2) dan kadar air dendeng dapat dihitung dengan
runus:
100(W1-W2)
Kadar
air bahan = ------------------
(W2 - W)
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengawetan
Alami Pada Telur
Telur
merupakan salah satu hasil ternak yang dihasilkan oleh ternak unggas,
kualitas telur ditentukan oleh 2 faktor, yaitu kulitas luarnya berupa
kulit cangkang dan isi telur. Kualitas luar ini bisa berupa bentuk,
warna, keutuhan dan kebersihan kulit cangkang. Sedangkan yang
berkaitan dengan isi telur meliputi kekentalan putih telur, warna dan
posisi telur, serta ada tidaknya noda-noda pada putih telur, dan
kuning telur.
Telur
yang segar baik ditandai oleh bentuk kulitnya yang bagus, cukup
tebal, tidak cacat (retak), warnanya bersih, rongga udara dalam
telur kecil, posisi kuning telur ditengah-tengah, dan tidak terdapat
bercak atau noda darah.
Menurut
Antonius (2001) menyatakan bahwa telur adalah sumber protein bermutu
tinggi, kaya akan vitamin dan mineral, protein telur termasuk
sempurna karena menggandung semua jenis asam amino esensial dalam
jumlah cukup seimbang. Asam amino esensial sangat dibutuhkan oleh
manusia, karena tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh sehingga harus
dipenuhi dari makanan yang dimakan.
Tabel 1. Hasil
Pengamatan Pengawetan Alami Pada Telur.
Peubah
|
Prlkn
|
Pengamatan hari ke :
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
||
Bau
|
T-1
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
T-2
|
Normal
|
Busuk
|
Busuk
|
Busuk
|
Busuk
|
Busuk
|
Busuk
|
|
T-3
|
Normal
|
sdkit Busuk
|
Busuk
|
Busuk
|
Busuk
|
Busuk
|
Busuk
|
|
T-4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Warna
|
T-1
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
T-2
|
Normal
|
Merah
|
Merah
|
Merah
|
Merah
|
Merah
|
Merah
|
|
T-3
|
Normal
|
Pucat
|
Pucat
|
Pucat
|
Pucat
|
Pucat
|
Pucat
|
|
T-4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Viscositas
|
T-1
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
T-2
|
Normal
|
Kental
|
Kental
|
Kental
|
Kental
|
Kental
|
Kental
|
|
T-3
|
Normal
|
Kenyal
|
Kenyal
|
Kenyal
|
Kenyal
|
Kenyal
|
Kenyal
|
|
T-4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Pengamatan
yang dilakukan pada pengawetan alami pada telur bertujuan untuk
mengetahui kamampuan pengawetan alami yang ada pada telur dan untuk
mengetahui daya simpan telur pada keadaan mentah dan setelah diolah.
Dan setelah proses pengamatan berlangsug ternyata kemampuan
pengawetan pada telur tidak mampu bertahan lama semua hanya
berlangsung selama ± 2 hari. Setelah itu telur akan mengalami
perubahan baik bau, dan perubahan warna terjadi perubahan warna
telur tersebut dan dibuang.
Pengamatan
pada T-1 ternyata telur T-1 masih bisa bertahann lama ± 2-3 minggu
karena telur mempunyai kerabang yang berperan untuk melindungi telur
dari tekanan fisik dari luar, pengamatan pada T-2 setelah diamati
ternyata daya simpan telur T-2 tidak bisa bertahan lama karena telur
mengalami penguapan karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O)
dari alam, dan penagamatan pada telur T-3 juga tidak tahan akan daya
simpan karena kerabang telur tidak melindungi telur sehingga telur
cepat mengalami kerusakan.
Menurut Haryoto (1996) menyatakan bahwa kerusakan isi telur
disebabkan adanya C02 yang terkandung didalamnya sudah banyak keluar,
sehingga derajat keasaman meningkat penguapan yang terjadi juga
menyebabkan bobot telur menyusut dan putih telur menjadi encer,
masukknya mikroba kedalam telur melalui pori-pori telur juga akan
merusak isi telur.
Pengawetan
Dengan Penggaraman
Pembuatan telur asin dengan media basah (cair) setelah dilakukan
pengamatan ternyata peran garam dalam pengawetan lebih asin karena
terjadinya penetrasi melalui kerabang telur yang tipis sehingga garam
mudah masuk kedalam sehingga mudah terjadi penetrasi. Pengamatan
selama ± 8 hari memberikan hasil yang cukup memuaskan karena setelah
dimasak rasa asin pada telur yang telah diasinkan terasa asin.
Menurut Marhijanto (1996) menyatakan bahwa nilai gizi telur dapat
dipertahankan dalam waktu relatife lama, syarat-syarat telur yang
akan diasinkan adalah telur masih segar dan baru, telur sudah
dibersihkan dari kotoran, kulit telur masih utuh tidak retak, sebelum
diasinkan telur harus diamplas untuk mempermudah proses pengasinan.
Tabel 2.
Pengamatan Pengawetan dengan Pengaraman
Penggaraman
|
Unit Telur
|
Bobot Awal
|
Bobot Akhir (Gr)
|
Penyusutan
|
Volume
|
Berat jenis
|
Basah
|
1
|
69,263
|
61,371
|
0,78
|
|
Basah
|
2
|
68,697
|
64,333
|
1,64
|
|
Basah
|
|
3
|
57,705
|
56,751
|
0,96
|
|
Basah
|
|
Kering
|
1
|
79,799
|
69,143
|
0,74
|
|
Kering
|
2
|
63,33
|
62,271
|
0,73
|
|
Kering
|
|
3
|
61,073
|
60,168
|
0,108
|
|
Kering
|
Pada pengamatan dengan pembuatan telur asin dengan media pembalut
(kering) adalah pengamatan yang dilakukan selama 8 hari hasilnya juga
cukup memuaskan karena juga memberikan rasa asin melalui pengawetan
penggaraman dengan media pembalut (kering). Dalam kondisi bau
kualitas telur tidak banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya.
Tabel 3.
Pengamatan Cita Rasa dengan Media Basah dan Kering
Penggaraman
|
Nilai Hedonik
|
Bau
|
Warna
|
Tekstur
|
Rasa
|
||||
Alb
|
Yolk
|
Alb
|
Yolk
|
Alb
|
Yolk
|
Alb
|
Yolk
|
||
Basah
|
Sangat Suka
|
√
|
|
|
√
|
|
|
√
|
√
|
Suka
|
|
√
|
√
|
|
√
|
√
|
|
|
|
Biasa/Netral
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak Suka
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sangat Tidak Suka
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kering
|
Sangat Suka
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
Suka
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
|
|
Biasa/Netral
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak Suka
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sangat Tidak Suka
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Setelah telur direbus pada proses pengamatan telur dengan media
pembalut (kering) hasil yang didapat menurut bau, warna, tekstur dan
rasa semua berbeda-beda baik proses pengawetan dengan media basah dan
kering. Baunya juga berbeda, warnanya hampir sama baik secara basah
dan kering, tekstur mendekati kata sama, dan rasa pada pengawetan
media basah rasa asinnya lebih terasa karena terjadi proses penetrasi
yang dapat menyerap garam lebih banyak sehingga rasanya lebih asin
dibanding dengan pengawetan secara pembalut (kering).
Menurut
Rasyaf Muh (1983) menyatakan bahwa telur asin adalah telur itik yang
diolah dalam keadaan utuh, dimana kandungan garam didalam telur dapat
menghambat perkembangan organisme dan sekaligus memberikan aroma yang
khas, sehingga telur dapat disimpan dalam waktu relative lama.
Pengawetan
Dengan Pengemasan
Hasil
yang didapat setelah melakukan pengamatan terhadap daging yang
diawetak yaitu :
Tabel
4. Pengemasan Dengan
Pendinginan
Pengamatan
|
Daging
|
Pengamatan pada hari ke
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
Warna
|
I
|
Merah hati
|
Merah
|
Merah pucat
|
Kehitaman
|
Hitam
|
II
|
Merah hati
|
Merah kehitaman
|
Hitam
|
Hitam
|
Hitam
|
|
Tekstur
|
I
|
Normal
|
Keras
|
Keras
|
Lembek
|
Lembek
|
II
|
Normal
|
Keras
|
Keras
|
Keras
|
Keras
|
|
Konsistensi
|
I
|
Padat
|
Kasar
|
Liat
|
Liat
|
Liat
|
II
|
Padat
|
Liat
|
Liat
|
Liat
|
Kasar
|
|
Kadar air
|
I
|
Normal
|
Banyak
|
Banyak
|
Banyak
|
Agak sedikit
|
II
|
Normal
|
Sedikit
|
Sedikit
|
Kering
|
Kering
|
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada pengemasan dengan
pendinginan pada daging semakin hari mengalami penurunan kualitas.
Seperti pada warna semakin hari semakin hitam begitu juga yang
terjadi pada tekstur, konsistensi, dan kadar air semakin hari juga
semakin sedikit. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi dan tempat
penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Robert (1999), yang
menyatakan bahwa penyimpanan daging pada suhu dingin dapat
menyebabkan kerusakan apabila terlalu lama disimpan.
Kondisi pada saat penyimpanan juga sangan berpengaruh, selain dapat
menghambat perubahan juga dapat mempertahankan kualitas produk. Yang
perli diperhatikan yaitu suhu, kelembaban serta kandungan oksigen.
Tetapi lama kelamaan bahan akan mengalami kerusakan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hadi wiyoto (1997), yang menyatakan bahwa penyimpanan
yang baik tidak bisa menjamin kualitas bahan karena adanya sifat
alami bahan yang dapat mengalami kerusakan walupun sudah ada proses
pengawetan yang bertujuan untuk mencegah proses kerusakan.
Tabel 5. Pengemasan
Produk Kernak
Suhu Kamar
Pengamatan
|
Waktu (jam)
|
Bentuk penyimpanan
|
Hari ke
|
|
1
|
2
|
|||
Warna
|
8
|
Terbuka
|
Krem susu
|
Putih susu
|
Tertutup
|
Putih susu
|
Putih susu
|
||
16
|
Terbuka
|
Terdapat lapisan dan endapan
|
Putih susu
|
|
Tertutup
|
Terdapat lapisan dan endapan
|
Putih susu
|
||
24
|
Terbuka
|
Krem susu
|
Krem susu
|
|
Tertutup
|
Krem susu
|
Putih susu
|
||
Bau
|
8
|
Terbuka
|
Busuk
|
Bau basi
|
Tertutup
|
Asam
|
Bau basi
|
||
16
|
Terbuka
|
Busuk
|
Busuk
|
|
Tertutup
|
Bau susu basi
|
Bau basi
|
||
24
|
Terbuka
|
Busuk
|
Busuk
|
|
Tertutup
|
Busuk
|
Busuk
|
||
Tekstur
|
8
|
Terbuka
|
Terjadi pemisahan antara skim dan
padatan
|
Terpisah antara skim dan padatan
|
Tertutup
|
Lebih banyak skim
|
Banyak skim
|
||
16
|
Terbuka
|
Terpisah antara skim dan padatan
|
Terpisah antara skim dan padatan
|
|
Tertutup
|
Banyak skim mengental
|
Banyak skim kental
|
||
24
|
Terbuka
|
Terpisah antara skim dan padatan
|
Terpisah antara skim dan padatan
|
|
Tertutup
|
Lebih mengental
|
Mengental
|
||
Konsistensi
|
8
|
Terbuka
|
Menggumpal
|
Menggumpal
|
Tertutup
|
Menyebar
|
Menyebar
|
||
16
|
Terbuka
|
Menggumpal
|
Menggumpal
|
|
Tertutup
|
Menyebar
|
Menyebar
|
||
24
|
Terbuka
|
Menggumpal
|
Kental
|
|
Tertutup
|
menyebar
|
Lebih kental
|
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa susu
pasteurisasi yang diletakan pada suhu kamar memiliki warna putih
susu. Dari segi bau susu yang tertutup mudah cepat basi dubandingkan
drengan yang terbuka. Susu yang dipasteurisasi akan lebih tahan lama
dibandingkan susu yang segar. Hal ini sesuai dengan pendapat Piliang
(1995), yang menyatakan bahwa cara mempertahankan klualitas susu
dari serangan mikroba yaitu dengan cara dipanaskan atau pasteurisasi
pada suhu 72 derjat celcius selama 15 detik atau 65 derajat celcius
selam 30 menit.
Tabel 6. Suhu Rendah
(Refrigerator)
Pengamatan
|
Waktu (jam)
|
Bentuk penyimpanan
|
Hari ke
|
|
1
|
2
|
|||
Warna
|
8
|
Terbuka
|
Susu
|
Putih susu
|
Tertutup
|
Susu
|
Putih susu
|
||
16
|
Terbuka
|
Krem
|
Putih susu
|
|
Tertutup
|
Krem
|
Putih susu
|
||
24
|
Terbuka
|
Putih susu
|
Putih susu
|
|
Tertutup
|
Putih susu
|
Putih susu
|
||
Bau
|
8
|
Terbuka
|
Bau susu
|
Bau susu
|
Tertutup
|
Sedikit amis
|
Amis
|
||
16
|
Terbuka
|
Bau susu
|
Bau susu
|
|
Tertutup
|
Sedikit amis
|
Amis
|
||
24
|
Terbuka
|
Bau susu
|
Amis
|
|
Tertutup
|
amis
|
Amis
|
||
Tekstur
|
8
|
Terbuka
|
Cair
|
Cair
|
Tertutup
|
Sedikit padat
|
Padat
|
||
16
|
Terbuka
|
Cair
|
Cair
|
|
Tertutup
|
Sedikit padat
|
Padat
|
||
24
|
Terbuka
|
Cair
|
Cair
|
|
Tertutup
|
Padat
|
Padat
|
||
Konsistensi
|
8
|
Terbuka
|
Ada pembatas minyak
|
Lebih banyak
|
Tertutup
|
Sedikit
|
Banyak
|
||
16
|
Terbuka
|
Sedikit
|
Banyak
|
|
Tertutup
|
Sedikit
|
Banyak
|
||
24
|
Terbuka
|
Sedikit
|
Banyak
|
|
Tertutup
|
Sedikit
|
Banyak
|
Dari
tabel tersebut dapat diketahui bahwa susu yang disimoan pada suhu
kamar akan mudah basi dan terkontaminasi sedangkan pada suhu
refrigerator dapat memperlambat kerusakan meskipun kecil dan
penggumpalan atau pengentalan merupakn salah satu sifat susu yang
khas, penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim dan
penambahan asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Bambang, S (1997),
yang menyatakan bahwa pengawetan atau penyimpanan
pada suhu rendah lebih tahan lama dari pada disuhu kamar karena pada
suhu rendah pertumbuhan mikroba akan terhambat.
Curing
(Pengawetan Dengan Bahan Kimia)
Menurut Soewedo Hadiwiyoto (1983), menyatakan bahwa ada dua metoda
curing, yaitu curing secara basah dan curing secara kering.
Warna merah
daging yang lebih bagus dibanding daging yang tidak dicuring.
Tabel
7. Curing
Perlakuan
Daging
|
Perubahan Warna Pada Hari
Pengamatan ke
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
Tanpa Nitrat
|
Merah Pucat
|
Merah
|
-
|
-
|
Merah
|
Diberi Nitrat
|
Merah Hati
|
Merah Pucat
|
-
|
-
|
Hitam Pucat
|
Dari data diatas dapat diketahui pada hari kelima, daging tanpa
nitrat masih berwarna merah, sedangkan pada daging yang diberi nitrat
berwarna kehitaman pucat. Padahal telah diketahui bahwa daging yang
dicuring (dengan nitrat) warna merah daging akan tetap bertahan. Hal
tersebut tidak sesuai dengan pendapat Winarto (1996) yang menyatakan
bahwa daging yang dicuring dengan penambahan nitrat akan menghasilkan
warna merah daging yang lebih bagus dibanding daging yang tidak
dicuring.
Daging-daging yang dicuring akan lebih awet dibandingkan dengan
daging tanpa pengolahan. Karena proses curing ini dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (1995)
yang menyatakan bahwa fungsi nitrit dalam curing yaitu dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Nitrit ini biasanya digunakan dalam
curing daging yang mengandalkan kekuatan garam sebagai pengawet.
Sesuai juga dengan pendapat Anomymous (2006) yang menyatakan bahwa
tujuan dari curing ini yaitu untuk mempertahankan warna merah daging
ataupun ikan, memberi rasa pada daging dan ikan, dan sebagai
pengawetan.
Pengawetan
Dengan Fermentasi
Pengawetan
makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makananmemiliki daya
simpan yang lama dan untuk mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia
makanan. Pengawetan makanan harus memperhatikan jenis bahan makanan
yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan dan daya tarik
produk pengawetan makanan.
Susu
fermentasi diketahui mengandung bakteri asam laktat yang mampu
meningkatkan kerja enzim galaktosa yang memudahkan pencernaan laktosa
dalam usus.
Tabel
8. Pengawetan Dengan Fermentasi
Pengamatan
|
Perlakuan
|
||
YK-I
|
YK-II
|
YK-III
|
|
Warna
|
Lapisan atas putih, bawahnya kuning
|
Bening
|
Agak kuning
|
Bau/aroma
|
Agak asam
|
Susu asam
|
Bau asam menyengat
|
Kekentalan
|
Bagian atas kental, bawah cair
|
Bagian atas ada sedikit gumpalan
|
Bagian atas kental
|
Rasa
|
Kurang asam
|
Asam
|
Asam
|
Dari
data diatas dapat diketahui bahwa YK-III merupakan hasil fermentasi
yang baik jika dibandingkan dengan susu YK-I dan YK-II, karena
mempunyai warna agak kuning, bau asam yang menyengat dan rasa asam.
Hal tersebut karena pada susu YK-III ditambahkan dengan 4 sendok teh
yakult, sehingga bakteri Lactobacillus
casei yang ditambah kedalam susu lebih
banyak dibandingkan dengan yakult yang ditambahkan pada YK-1 dan
YK-II. Sehingga pada YK-III akan menghasilkan hasil fermentasi yang
lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Buckle (1995) yang
menyatakan bahwa fermentasi oleh bakteri akan menghasilkan asam.
Produk yang difermentasi akan lebih bagus dibandingkan dengan produk
yang tidak difermentasi.
Susu
yang difermentasi ini akan lebih tahan lama, karena peranan
Lactobacillus casei dalam
fermentasi yaitu untuk menekan pertumbuhan baketri phatogen. Hal ini
sesuai dengan pendapat Gaman (1996) yang menyatakan bahwa bakteri
Lactobacillus casei dalam
proses fermentasi yaitu menekan pertumbuhan bakteri phatogen,
sehingga produk akan tahan lama, membantu proses pencernaan dalam
tubuh dan akan menghasilkan rasa asam pada produk.
Pengawetan
Dengan Pembekuan
Hasil yang didapat pada praktikum pengawetan dengan pembekuan adalah
sebagai berikut :
Tabel
9. Pengawetan Dengan Pembekuan
Irisan/bagian karkas ayam
|
Temperatur Thawing
|
Bobot irisan karkas (gr)
|
% Dripp
|
|
Awal
|
Akhir
|
|||
Sayap
|
Suhu kamar
|
39
|
39,48
|
1,.23
|
Refrigerator
|
56,9
|
57
|
0,17
|
|
Punggung
|
Suhu kamar
|
64,7
|
65,02
|
0,4
|
Refrigerator
|
65,7
|
64
|
-2,58
|
|
Dada
|
Suhu kamar
|
68,6
|
67
|
-2,33
|
Refrigerator
|
122
|
123
|
0,87
|
|
Paha atas
|
Suhu kamar
|
52
|
52
|
0
|
Refrigerator
|
64,29
|
64,75
|
0,73
|
|
Paha bawah
|
Suhu kamar
|
42
|
40
|
-4,76
|
Refrigerator
|
46
|
45
|
-2,17
|
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada setiap karkas / bagian
karkas berbeda antara yang satu dengan yang lainya. Bahkan antara
temperatur suhu kamar dan suhu refrigerator juga berbeda-beda. Hal
ini disebabkan karena banyakya kadar air yang terkandung didalamnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Anonymous (1996), ytang menyatakan
bahwa suatu bahan pangan yang banyak mengandung air yang banyak
ataupun sedikit akan mengalami perbedaan berat bahan tersebut.
Antara daging yang disimpan disuhu kamar dan suhu refrigerator juga
bebeda dimana pada suhu refrigerator berat drippnya lebih banyak dari
pada disuhu kamar. Hal ini terjadi karena dalam suhu kamar bahan akan
kering karena adanya penguapan, sedangkan pada suhu refrigerator akan
terjadi pembekuan yang dapat menampung air. Hal ini sesuai dengan
pendapat Lawrie (1997), yang menyatakan bahwa pada ruangna terbuka
bahan akan mengalami perubahan yang berupa adanya penguaoan yang
dapat menyebabkan kekeringn pada bahan tersebut.
Pengawetan
Dengan Pengeringan
Hasil yang didapat dari praktikum pengawetan dengan pengeringan
yaitu sebagai berikut :
Tabel
10. Pengawetan Dengan Pengeringan
Perlakuan
Pengeringan
|
Kode
Sampel
|
Berat (gram)
|
Kadar
Air (%)
|
||
W
|
W1
|
W2
|
|||
Suhu 60o
C selama 36 jam
|
1
|
14,729
|
14,831
|
14,765
|
183,333
|
2
|
14,532
|
14,580
|
14,533
|
4700
|
|
3
|
14,950
|
15,000
|
14,969
|
163,158
|
|
Rataan
|
1682,164
|
||||
Suhu 40o
C selama 70 jam
|
1
|
11,835
|
11,894
|
11,881
|
28,261
|
2
|
11,460
|
11,546
|
11,533
|
17,808
|
|
3
|
11,113
|
11,231
|
11,207
|
25,532
|
|
Rataan
|
23,867
|
Setelah
daging ayam diolah menjadi dendeng, maka didapat hasil seperti tabel
diatas. Untuk mengukur kadar air yang terdapat pada daging ayam
olahan yaitu dengan suhu 600C
selama 36 jam dan suhu 40oC
selama 70 jam. Sesuai dengan pendapat Lawrie (1995) yang menyatakan
bahwa proses pengeringan dalam pembuatan dendeng ada dua cara,
pengeringan dengan sinar matahari dan pengeringan dengan oven yang
dapat dijamin hygienis, mutu, dan kekeringannya. Menurut Rasyaf
(1995) pembuatan dendeng ayam merupakan salah satu usaha pengawetan
daging. Daging yang dibuat dendeng, bisa diperoleh aroma lain dan
dendeng yang baik dapat disimpan sampai 60 hari.
Dari
diatas dapat dilihat bahwa pengeringan dendeng dengan menggunakan
suhu 600C
selama 36 jam kadar airnya lebih banyak dibandingkan dengan kadar air
pada pengeringan suhu 40oC
selama 70 jam. Hal ini bisa saja karena sampel untuk pengeringan suhu
60oC
lebih berat dan lebih tebal dibandingkan dengan sampel untuk
pengeringan suhu 40oC,
sehingga kandungan air pada sampel untuk pengeringan suhu 60oC
lebih banyak dan lebih lama keringnya dibandingkan dengan sampel suhu
40oC.
Dua macam metode pengeringan ini dilakukan untuk mengetahui
perbandingan kadar air dari masing-masing perlakuan. Menurut Rasyaf
(1996) untuk mempengaruhi tingkat kadar air yang perlu dikeluarkan
oleh arus udara panas ( yang digunakan dalam proses ), maka perlu
untuk mempunyai rasio permukaan : volume yang tinggi dalam daging,
oleh karena itu digunakan daging yang sudah dipotong-potong halus.
Pembuatan dendeng ini bertujuan untuk memperpanjang masa simpan
pangan ( mengontrol kadar air ) yang didalam prosesnya telah
ditambahkan garam. Garam ini bertujuan untuk mengurangi kadar air
pangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1997) bahwa salah
satu metoda pengawetan pangan yaitu dengan cara menambahkan garam ke
berbagai macam makanan. Pengasapan dan pengeringan juga telah
dilakukan secara luas dalam kombinasinya dengan garam, terutama untuk
produk daging dan ikan. Menurut Buckle (1995) penambahan garam dalam
bahan pangan mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang
bebas dari pengaruh racun.
BAB
.V. PENUTUPAN
Kesimpulan
Dari pratikum Dasar Teknologi Hasil Ternak dapat disimpulkan bahwa
dalam pratikum ini berbagi macam jenis cara untuk pengawetan telah
dipelajari dengan baik, walupun belum sesempurna yang diharapakn
karena masih ada berbagi kecerobohan praktikan dalam pelaksaan
pratikum terutama kelompok B1. Terjadinya pratikum ulang
dikarenakan kurangnya rasa tanggung jawab selama berjalannya
pratikum.
Berbagai macam jenis pengawetan yang dapat dilakukan pada berbagi
jenis produk yang bertujuan untuk memperpanjang umur/masa simpan,
dapat meningkatkan nilai daya guna, memperluas jangkauan pemasaran
yang berkaitan dengan kendala wilayah dan waktu, dan dapat
meningkatkan keanekaragaman pangan hasil ternak. Yang melibatkan
panas, sehingga produk akan mengalami beberapa perubahan atau berbeda
sifatnya dengan asalnya.
Saran
Saran
yang diharapakan untuk kedepannya, terutama bagi para mahasiswa/I
atau praktikaan dalam pelaksaan pratikum atau selama melakukan
penelitian terhadap berbagai jenis produk hasil ternak yang akan
diamti untuk lebih ditingkatkan lagi keseriusan dalam pelaksanaan
partikum, agar mendapatkan hasil yang sempurna pula seperti yang
diharapkan karena apabila terjadi pratikum ulang seperti kelompok B1
akan membuang waktu saja.
DAFTAR
PUSTAKA
Antonius Riyanto.2001. Kandungan Energi Dalam Telur. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Anonymous.1996.
Hasil-hasil Olahan Dari Ternak. Penerbit Agritech, Yogyakarta.
Bambang, S .1997.
Pengawetan Bahan Pangan Hasil Ternak. PT Mutiara Sumber Widya
Penabur Benih Kecerdasan.
Buckle.1995.
Penambahan Garam Mempengaruhi Aktivitas Air Dalam Pangan.
Penerbit. GITA. PT Gallus Indonesia Utama.
Desrosier M.W.1997. Technology, Elements Of Technology. The
Avi Publishing Company. Inc Westport Connecticut.
Frazier W and DC Westhoff.1976. Food Microbiology. Third
Edition MC Graw Hill Book Co, New York.
Hamid, A.1975. Pit dan Pembususkan Daging. Fesis Fkit. IPB,
Bogor.
Handiwiyoto, Soeswodo.1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging
dan Telur. Liberty ,Yogyakarta.
Haryoto.1996. Evaluasi Kerusakan-kerusakan Pada Telur Unggas.
Penerbit Liberty ,Yogyakarta.
Lawrie .1997.
Berbagi Tehnik Dalam Proses Pengeringan Bahan Pangan. Penerbit
PT Gremedia Jakarta.
Marhijanto.1996. Kamus Poultry dan Pengawetannya. Penerbit
ITB, Bandung.
Muctadi, P.1987. Studies On, and Indonesia Traditional Product.
Nutrien and Effect by Biology. Forum Pascasarjana 2(10) : 1-10.
Fakultas Peternakan Unibraw, Malang.
Murtidjo .1997.
Tehnik Dalam Penambahan Garam Dalam Proses Pengawetan. Penerbit.
Universitas Indonesia Press.
Rasyaf Muh.1963. Egg Quality Current Problems and Evaluation Of
Egg Quality. Penerbit Fakultas Peternakan Unibraw, Malang.
Rammanof. 1963. Mendeteksi Ketahahan Kualitas Telur saat
Pengawetan. Penerbit Fakultas Peternakan Brawijaya, Malang.
Robert.1989. Evaluasi Gizi dan Kerusakan Bahan Pangan.
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Soeparno.1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada
University ,Yogyakarta.
Wianrno.1982. Pencegahan Kerusakan Bahan Pangan. Pustaka
Media, Yoyakarta.
Winarno F,G.1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia : Jakarta
1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia : Jakarta.
Wianrno F,G. S Fardias dan D Fardias.1980. Pengantar Teknologi
Pangan. PT Gramedia : Jakarta.
LAMPIRAN
Perhitungan Persentase Dripp (%)
Pada Pengawetan dengan Pembekuan
Rumus : % Driip =
- Sayap - Kanan = = 97,18 %
- Kiri = = 98,09
%
- Pgng - Kanan = = 98,4 %
- Kiri = = 97,64
%
- Dada - Kanan = = 99,01 %
- Kiri = = 98,38
%
- P.atas - Kanan = = 99,27 %
- Kiri = = 98,9
%
- P.bwh - Kanan = = 101,69 %
- Kiri = = 97,65
%
Perhitungan Kadar Air Pada
Pengawetan Dengan Pengeringan
Rumus : % Kadar Air =
Perlakuan suhu 60oc
Selama 36 jam
Diketahui : - w : 12,121
- w1 : 12,265
- w2 : 12,228
% Kadar Air = == 34,58 %
Perlakuan suhu 40oc
Selama 70 jam
Diketahui : - w : 11,693
- w1 : 11,890
- w2 : 11,927
% Kadar Air = == 15,81 %
Rataannya = 25,195 %
baru neh., hee
BalasHapusbaru kk,
Hapusbelom nyampe setahun :)